Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai mencoba mengurangi kewenangan KPK dan mengurangi efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini sangat disayangkan, mengingat kinerja KPK sejauh ini dirasa efektif.

Figur SBY sebagai pemimpin antikorupsi dipertanyakan. Hal ini menyusul ucapan Presiden yang menilai kedudukan KPK yang menjadi seperti lembaga superbody.

Tim pemenangan SBY-Boediono tidak akan memanfaatkan vonis 4,5 tahun penjara terhadap Aulia Tantowi Pohan sebagai isu kampanye, meski proses hukum kasus BI tersebut berpotensi mendongkrak popularitas SBY dalam bidang hukum.

Besan SBY, Aulia Tantowi Pohan divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta oleh hakim pengadilan Tipikor. Atas putusan tersebut, Juru Bicara Presiden RI Andi Mallarangeng enggan berkomentar banyak.

Terdakwa kasus korupsi aliran dana BI Aulia Tantowi Pohan tidak banyak berkomentar usai divonis hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Besan Presiden SBY ini mengaku masih syok atas putusan itu.

Usai mendengar putusan vonis hakim, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aulia Pohan masuk ke ruang khusus terdakwa. Dia pun lantas menghisap sebatang rokok.

Divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, Aulia Pohan  langsung banding. Dia yakin tidak melakukan tindak korupsi sebagaimana yang didakwakan.

OC Kaligis, pengacara Aulia Pohan tidak terima dengan vonis hakim yang mengganjar kliennya 4,5 tahun. Dia merasa ada perlakuan tidak adil. Semestinya apabila dianggap sebagai perbuatan bersama-sama Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI seluruh yang terlibat mesti ikut dipenjara

Aulia Pohan hanya tertunduk lesu saat Ketua Majelis Hakim Krishna Menon membacakan putusan. Tidak hanya Aulia, demikian juga terdakwa yang lain yakni Aslim Tadjudin, Bun Bunan Hutapea, dan Maman Somantri, mereka semua tertunduk saat mendengar vonis.

Mantan deputi gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara. Besan Presiden SBY ini juga diharuskan membayar uang denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan.