Dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah masih tetap ke kantor meski kembali ditetapkan sebagai tersangka. Namun kedua orang tersebut tidak lagi dapat mengambil keputusan strategis.

Presiden SBY belum berencana mengeluarkan Keppres penonaktifan pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah meskipun status mereka sudah menjadi tersangka.

Badai cobaan seperti enggan meninggalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di tengah maraknya kasus korupsi yang ditangani, komisi antikorupsi ini harus menerima kenyataan dua pimpinannya berstatus sebagai tersangka dan ditinggal pergi empat direkturnya.

ICW mengkritik sikap Kejagung yang mengambil langkah peninjauan kembali (PK) terkait kasus Bibit-Chandra. Langkah itu dinilai menghambat upaya pemberantasan korupsi.

Dengan memilih PK, Kejagung dinilai tidak berniat menyelesaikan masalah pimpinan KPK Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah dengan baik. Seharusnya Kejagung memilih pilihan yang lebih mudah, deponeering.

Kejagung mengajukan PK kasus kasus Bibit-Chandra. Langkah itu dinilai menyandera KPK. Sikap SBY yang selama ini mengusung jargon pro pemberantasan korupsi pun dipertanyakan.

Tiga mantan pimpinan DPRD Pacitan periode 1999-2004 yang sempat tersandung kasus dugaan korupsi dana APBD sebesar Rp 2,1 miliar bernafas lega. Ini setelah ada putusan MA yang melepaskan para terdakwa.

MA menolak permohonan PK dari rekanan Departemen Perhubungan, Dedy Suwarsono. Terpidana kasus suap terhadap anggota DPR Bulyan Royan tersebut tetap divonis 3 tahun penjara dan denda 240 juta subsidair 6 bulan.

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan PK Arthalyta Suryani sehingga hukumannya dikurangi 6 bulan. Putusan itu sama saja diartikan kemenangan bagi koruptor.

Putusan PK atas terdakwa kasus korupsi Artalyta Suryani dinilai Komisi Yudisial (KY) tidak berpihak pada rakyat. KY mengusulkan agar Mahkamah Agung (MA) direvolusi total.