Untuk Indonesia dan demi kepuasaan masyarakat, kita harus terus memacu diri. Jika e-Government sudah berjalan, maka IT Governance harus dimassalkan pula.
Selama ada perang fisik, tentu ada perang cyber -- karena manusianya sama. Berikut seri lanjutan tentang ancaman kedaulatan cyber NKRI di era saat ini.
Kasus pelanggaran data pribadi semisal telepon penawaran kredit dari perbankan, SMS penipuan, dan kasus-kasus lainnya, termasuk pelanggan yang merasa terganggu oleh pengemudi Go-Jek, rupanya mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Kejahatan terorganisir terus meningkatkan sasarannya kepada warga Australia daripada sebelumnya. Tindak kejahatan yang mereka lakukan juga semakin canggih, rumit dan berbahaya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah menggodok aturan 'DNS Nasional' sebagai upaya menjaga keamanan internet Indonesia dan menangkal serbuan konten negatif. Di sisi lain, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) juga punya usulan yang dianggap paling pas untuk diterapkan di Indonesia.
Revisi Undang-undang Telekomunikasi No 36/99 tidak masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) tahun 2015. Hal ini disayangkan banyak pihak meski DPR berjanji akan menggebernya mulai tahun ini.
Bocornya data pribadi para pengguna telekomunikasi mendapat perhatian serius dari pemerintah. Tak mau masalah ini bertambah parah, sejumlah langkah strategis pun tengah digeber.
Masih ingat dengan isu penyadapan telepon yang menyasar Presiden SBY dan sejumlah pejabat Indonesia beberapa waktu lalu? Itu baru dari satu akses, telepon genggam, dimana sebenarnya masih ada yang lebih mengerikan.
UU ITE sejatinya dibuat untuk mengatur penggunaan internet di Indonesia, namun belakangan aturan tersebut justru dianggap telah mengekang kebebasan bereksepresi di internet karena sarat kriminalisasi.