Langkah MK yang meneruskan rekomendasi tim investigasi ke KPK dinilai cukup tepat. Namun langkah tersebut akan menjadi lebih efektif jika dibarengi pembentukan Majelis Hakim Etik atau tim serupa di mahkamah tersebut. Karena, etika bukan wewenang KPK.

"Ini memang lebih murah secara operasional, tapi mahal risiko politik jika parlemen tidak berubah," kata pengamat politik UGM, Arie Sudjito, mengenai opsi gubernur DIY dipilih oleh DPRD.

Sebagai bandara internasional, di Soekarno-Hatta banyak ditemui petunjuk dalam bahasa Inggris. Sayangnya, ada beberapa spanduk dan petunjuk berbahasa Inggris yang ngaco. Hal ini dinilai salah satu tanda pelayanan yang buruk.

Indonesia memiliki potensi bencana gempa dan letusan gunung berapi yang lebih tinggi dibandingkan berbagai negara lain di dunia. Sejumlah ahli pun diundang untuk memaparkan penelitiannya di Istana Kepresidenan hari ini.

Bukan rahasia lagi jika ingin 'mengorek' keterangan langsung Wapres Boediono sangatlah sulit. Jika didekati wartawan, kalau tidak mengacungkan jempol, Boediono mengeluarkan 'jurus' senyum sambil berlalu untuk menghindari pertanyaan.

Menko Polhukam Djoko Suyanto menilai demokrasi yang tercantum dalam RUU Keistimewaan (RUUK) DIY harus sesuai dengan amanat konstitusi. Di dalam UUD 1945 tercantum jelas bagaimana seorang kepala daerah dipilih.

Dalam RUU Keistimewaan (RUUK) DIY yang masih digodok pemerintah, Parardhya menjadi salah satu poin penting. Karena menjabat Parardhya, Sultan dan Paku Alam tidak berhak mengikuti pilgub dan menjadi pengurus partai.

Parardhya adalah salah satu poin krusial di RUUK DIY yang masih digodok pemerintah. Konsep ini pada 2007 muncul dalam rumusan RUU Keistimewaan DIY karya JIP Fisipol UGM.

Mantan Rektor UGM Sofian Effendi menuding akar permasalahan seputar keistimewaan DIY adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemda. UU ini dinilai tidak sesuai dengan jiwa dan semangat UUD 1945.

Posisi Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam, disebut sebagai Parardhya dalam RUU Keistimewaan DIY. Parardhya memiliki sejumlah keistimewaan. Namun istilah ini bukan datang dari Sultan Hamengku Buwono X.