Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dipastikan tidak akan menghadiri puncak perayaan HUT ke-45 Partai Golkar. Hajatan partai berlambang pohon beringin itu hanya akan dibuka oleh Wakil Presiden (Wapres) Boediono.

Susilo Bambang Yudhoyono dilantik kedua kalinya sebagai presiden. Tampaknya dalam memerintah ke depan ia memainkan strategi politik baru. Belajar dari pengalaman buruknya periode lalu. Yudhoyono tak ingin salah langkah.

Kabinet SBY berisi 37 menteri dan pejabat setingkat menteri. Sebanyak 24 orang di antaranya merupakan wajah baru, yang baru pertama kali menjadi pembantu dekat presiden.

Pertama kali memimpin sidang MPR dengan agenda pelantikan Presiden dan Wapres membuat Taufiq Kiemas belepotan salah sebut. Kejadian ini sangat disayangkan oleh masyarakat, ke depan tidak boleh terulang, harus diperbaiki.

Sudah 36 orang dipanggil Presiden SBY sebagai calon menteri. Namun, ternyata Presiden SBY belum akan mengumumkan susunan kabinetnya besok. Ada peluang bagi PDIP untuk mendapat kursi menteri.

Hingga saat ini, belum ada kepastian bagi PDIP terkait jatah kursi menteri di kabinet SBY mendatang. Peluang untuk memperoleh kursi menteri pun semakin tertutup setelah adanya penandatangan kontrak politik Demokrat dan partai koalisi.

Jika banyak orang yang berebut kursi menteri SBY, lain halnya dengan Lukman Hakim Saifudin. Mantan ketua FPPP DPR ini memilih jabatan barunya sebagai wakil ketua MPR daripada ikut berebut menteri.

PDIP belum memutuskan sikap politik yang akan diambil setelah jagonya kalah dalam pilpres. Tarik ulur antara tetap beroposisi atau merapat ke koalisi sepertinya masih terjadi ditilik dari pernyataan Megawati dan Taufiq Kiemas (TK) di media massa. PDIP terbelah?

Setelah Partai Golkar dan PDIP menunjukkan indikasi kuat tidak akan beroposisi, praktis tinggal Gerindra dan Hanura saja yang bisa diharapkan. Selain menguntungkan bagi rakyat, sikap oposisi Gerindra dan Hanura juga akan menguntungkan diri sendiri jika dilakukan secara efektif.

DPD diminta tidak ragu-ragu untuk mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan Ahmad Farhan Hamid dari keanggotan DPD. Alasannya, Farhan mengakui posisinya sebagai Wakil Ketua MPR bukanlah atas rekomendasi DPD.