Buruknya sentimen bursa global karena kekhawatiran akan terjadinya resesi di AS telah menyeret Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah terjun ke teritori negatif. Pada penutupan perdagangan sesi I Jumat (18/1/2008) pukul 11.30 JATS, IHSG anjlok 49,267 poin (1,86%) ke posisi 2.600,012.

Pada penutupan perdagangan saham sesi I, Selasa (15/1/2008) IHSG anjlok 32,103 poin ke posisi 2.778,269.

Rupiah kembali terjungkal ke 9.400/US$. Besarnya permintaan dolar AS dan sejumlah sentimen negatif lainnya membuat mata uang ini terpuruk lagi.

Pasar saham diwarnai aksi jual besar-besaran menyusul rontoknya saham di Wall Street dan bursa regional. Rupiah bahkan melemah hingga ke 9.316 per dolar AS. Pada penutupan perdagangan sesi siang, Rabu (12/12/2007), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 24,999 poin (0,89%) ke level 2.785,963.

Indeks Harga Saham Gabungan akhirnya rontok tergulung aksi ambil untung setelah akhir pekan lalu berjaya di rekor baru 2.710,617.

Pasar saham dan rupiah pada sesi siang ini mengalami tekanan yang cukup dalam. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkapar 97 poin dan rupiah melemah 30 poin.

Dana-dana asing mulai kembali masuk ke Indonesia setelah sempat pergi karena badai krisis subprime mortgage. BI pun langsung pasang alarm waspada.

Nilai tukar rupiah kembali melemah. Namun BI menjamin nilai tukar rupiah tidak akan anjlok hingga posisi seperti krisis moneter tahun 1997 silam.

Rendahnya penyerapan anggaran belanja pemerintah membuat Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pesimistis target pertumbuhan ekonomi tercapai.

Posisi nilai tukar rupiah yang sempat menembus level 9.400 per dolar AS di awal perdagangan membuat Bank Indonesia (BI) terus waspada.