Meksiko jadi negara pertama di dunia yang mencoba vaksin demam berdarah. Ini sekaligus meresmikan penggunaannya secara global.

Parade doktor dan riset kesehatan untuk pertama kalinya digelar di Kemenkes. Sejumlah temuan dinilai cukup menjanjikan untuk dikembangkan menjadi produk.

Saat ini dunia masih mencari cara melawan beberapa penyakit mematikan seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Korea Utara mengklaim punya jawabannya.

Kebiasaan sepele seperti menggantung pakaian yang sudah dipakai kerap dilakukan banyak orang. Padahal, kebiasaan seperti itu pun mampu 'memancing' nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor demam dengue atau dalam bahasa awam disebut Demam Berdarah Dengue (DBD).

Cuaca yang tak menentu pun tidak menutup kemungkinan munculnya genangan air yang bisa menjadi tempat bersembunyi nyamuk, khususnya Aedes Aegypti penyebab infeksi dengue atau dalam bahasa awam disebut Demam Berdarah.

Upaya penganggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) bakal menemui tantangan baru. Eijkmann Institute mengungkap fenomena genotype replacement, yakni tergantikannya virus lama dengan virus baru yang pertumbuhannya lebih cepat.

Vaksin demam berdarah dengue (DBD) menjadi salah satu vaksin paling dinanti saat ini. Kementerian kesehatan mengatakan bahwa saat ini, penelitian vaksin DBD masih berlanjut dan sedang dalam tahap evaluasi.

Saat seseorang mengalami demam tinggi, di atas 38 derajat Celcius, selama beberapa hari, banyak dugaan bermunculan. Kalau tidak demam berdarah dengue (DBD), maka bisa jadi kena typus.

Vaksin pertama di dunia untuk DBD telah melalui tahap akhir uji klinis di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Perusahaan yang membuatnya, Sanofi memperkirakan vaksin tersebut akan segera tersedia di pasaran.

Mendekati tahap akhir dari proses pembuatan vaksin untuk penyakit demam berdarah dengue (DBD), Dinkes DKI Jakarta menyambut baik perkembangannya. Dinkes DKI akan menunggu sampai vaksin mendapatkan izin dari Kemenkes sebelum disediakan untuk warga miskin.