Di Benteng Victoria, pahlawan nasional Pattimura gugur pada tahun 1817. Benteng itu masih bisa disaksikan hingga kini di Ambon. Wisata sejarah adalah salah satu kekayaan Maluku di samping wisata bahari.
Museum ini terdiri dari dua lantai. Pada lantai bawah berisi foto-foto perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam merebut Yogyakarta kembali sebagai Ibu Kota Indonesia (pada saat itu) dari kolonial Belanda. Pada lantai dua berisi relief sejarah bangsa Indonesia dalam perang Kemerdekaan 1945 dan Patung Jenderal Soedirman duduk diatas punggung Kuda yang terbuat dari perunggu seberat 5,5 ton dengan tinggi 4,5 meter
Seperti halnya Cimanggu, Ciwalini juga memanfaatkan pelimpahnya sumber mata air panas alam. Kolam renang ini berada di lingkungan perkebunan teh Walini yang sejuk.Keunikan objek wisata ini adalah kawahnya yang berwarna putih, udara di sini sangat dingin bahkan bisa mencapai 0- 2 derajat celcius di musim-musim tertentu
Hampir setiap akhir pekan Bandung selalu saja ramai oleh wisatawan lokal. kesemarakan itu rasanya masuk akal. Di Bandung, orang bisa berwisata alam, berbelanja barang dan merasakan kudapan-kudapan lezat dalam rentang jarak yang tak berjauhan. Apalagi aksesnya dari ibukota memang terbilang dekat.
Bangkahulu konon adalah nama asal metamofosis dari Bengkulu saat ini. Letaknya yang berada di pedalaman tanpa terlintasi Trans Sumatra justru menjadikan pariwisata Bengkulu tetap terjaga alami. Cocok sekali untuk wisatawan yang tak menghendaki keriuhan.
Pemerintah Kota Surakarta kembali mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Susuhunan PB X. PB X dinilai memiliki peran besar dalam perjuangan nasional, terutama dalam memperbaiki perekonomian serta intelektual masyarakat.
Menurut studi, transportasi massa sedunia membutuhkan subsidi rata-rata sekitar 37 persen. Karena itu, sebaiknya angkutan transportasi massal dikelola sendiri oleh pemerintah.
Sejumlah dokter dan ilmuwan dieksekusi Jepang dengan tuduhan sabotase setelah lebih dari 1.000 romusha di Klender tewas usai divaksin tetanus pada tahun 1944. Prof. Dr. Achmad Mochtar meminta para peneliti dibebaskan dengan taruhan dirinya dieksekusi pada 3 Juli 1945.