Fakta Ngeri Industri Musik: Kebangkitan P Diddy

Salah satunya P Diddy yang muncul dari bayang-bayang, mengalahkan sistem yang gak kasat mata. Melihat karyanya, kamu pasti percaya, dia bangkit bukan dari sekadar bakat. Dia itu pakai insting bisnis yang nyatanya sukses membangun Bad Boys Records jadi kerajaan.
P Diddy gak cuma berhasil mengukir tempat buat dirinya sendiri, tapi juga menciptakan dinasti. Dia bahkan menguasai produksi, manajemen artis, dan promosi.
P Diddy di awal kariernya sebagai pekerja magang di Uptown Records. Setelah bikin Bad Boys, dia berada di balik sejarah hip-hop yang paling legendaris, mengobarkan persaingan rap west coast dan east coast yang terkenal, memproduksi album Ready To Die milik The Notorious B.I.G. yang menduduki peringkat ke-3 di Billboard hingga sosok yang gak asing lainnya di industri itu.
Dia memahami struktur kekuatan yang gak terlihat dalam bisnis musik. Dia tahu ke mana harus mencari, sama siapa harus menghubungi, dan bagaimana memposisikan diri sebagai lebih dari sekadar musisi. P Diddy itu sukses bukan karena beruntung, tapi strategis memanfaatkan celah dalam industri.
Meski tudingan mulai muncul, P Diddy dianggap terlalu berkuasa bahkan punya hak atas royalti artis-artisnya. Tapi isu itu dibantah, ketika Diddy justru punya niat mengembalikan hak penerbitan kepada para artis dan penulis lagu yang pernah gabung dengan Bad Boy sejak era 90-an. Keputusan yang mengejutkan banget.
"Saya cuma melakukan hal yang benar," kata P Diddy kepada Variety. "Saya pikir kita sebagai sebuah industri, dan sebagai manusia, harus melihat ke cermin dan membuat perubahan ke depan. Ini tentang berkembang, memimpin dengan memberi contoh, dan mereformasi industri yang membutuhkannya, di dunia yang membutuhkan reformasi."
Bagi P Diddy, hip-hop cuma permulaan. Selama dua dekade, dia mengembangkan bisnis dunia lifestyle, termasuk lini mode dan parfum, kemitraan yang sangat sukses dengan konglomerat minuman keras Inggris, dan mendirikan jaringan TV Revolt.
Pada 2019, Forbes memperkirakan kekayaan pribadi P Diddy sebesar USD 740 juta atau Rp 11 triliun. Dia pernah berada di jalur yang tepat buat jadi miliarder.
Tapi seiring meningkatnya tuduhan penyerangan seksual dan gugatan perdata, mitra bisnisnya kabur dan mereknya jadi makin gak berharga.
Hanya puing-puing yang tersisa dari kantor pusat Bad Boy Worldwide milik Sean 'Diddy' Combs di Manhattan. Kerajaan maestro hip-hop berusia 54 tahun itu telah runtuh di tengah serangkaian tuduhan.
Pada bulan Maret 2024, agen federal menggerebek rumahnya di Miami dan Los Angeles sebagai bagian dari penyelidikan perdagangan manusia. November lalu, mantan pacarnya Cassie Ventura mengajukan gugatan hukum yang menuduhnya melakukan pemerkosaan, penyerangan seksual, dan pemukulan yang berlangsung selama lebih dari satu dekade. Sebuah video yang terekam 2016 diperoleh CNN bulan lalu menunjukkan Diddy memukuli Ventura.
Dua wanita lainnya maju dan mengajukan gugatan, menuduh Diddy melakukan pelecehan seksual, pemukulan, dan pemberian obat bius secara paksa. Empat gugatan tambahan oleh penggugat perorangan mengajukan tuduhan yang sama.
Balik lagi ke fokus mengerikannya industri musik, seorang pengacara bernama Jennifer Justice yang pernah bekerja di Roc Nation, perusahaan Jay-Z, dan produser festival Superfly, pernah bilang:
"Hampir seluruh industri musik adalah lingkungan kerja yang toxic," katanya dikutip New York Times.
Gak cuma kasus P Diddy, industri itu memang sudah lama dirundung keluhan pelecehan dan kekerasan. Industri ini sebagian besar masih dikendalikan oleh laki-laki, dan perempuan yang mengeluhkan pelecehan atau kekerasan bakal diasingkan atau dibungkam dengan penyelesaian yang mencakup perjanjian kerahasiaan.
Dalam survei 2018 terhadap lebih dari 1.200 musisi, 72 persen responden perempuan mengatakan mereka didiskriminasi karena jenis kelamin, dan 67 persen dari mereka mengatakan telah menjadi korban pelecehan seksual.
(nu2/dar)