Sosok
Erros Djarot dan Romansa Badai Pasti Berlalu yang Tak Lekang oleh Waktu
"Sebentar ya." suara tersebut menghampiri kami yang ada di dalam ruangan, saat menunggu waktu wawancara yang dijadwalkan pada pukul 14.00 WIB. Dia datang satu jam lebih cepat dari jadwal. Sementara peralatan syuting masih belum siap terpasang.
Pemilik suara tersebut adalah Erros Djarot, pria 74 tahun yang sempat membuat heboh dunia musik Indonesia sekitar 47 tahun yang lalu. Meski telah berlalu nyaris 50 tahun yang lalu, namun Erros mengaku masih mengingat betul detil-detil kejadian saat album ini dikerjakan.
"Saya ingat betul setiap detailnya itu. Mulai ruangannya, gimana saya waktu ciptain ini kan ya 'waduh kok pianonya begini nih'." ucap Erros dengan semringah.
"Ada pembantunya lagi tidur, 'mana kasurnya aku pinjam dulu,'. 'tak ambil kasurnya untuk diredam ya pianonya, biar kelihatan bagus lah. Kan suaranya kacau." lanjutnya.
Untuk usia berkepala tujuh, Erros terlihat sangat segar, baik fisik maupun ingatannya. Dengan cepat dia membeberkan rahasia kebugarannya di usia sekarang.
"Yang paling dijaga itu pikiran, hati, baru badan. Jangan jahat sama orang. You have to fill in your heart with a lot of love." kata Erros.
"Itu yang membuat saya pikir banyak teman-teman saya tuh udah kayak gimana gitu. Mungkin banyak beban. Kalau saya sih saya difitnah, dijelekin, saya diam aja. Yang penting bukan saya yang fitnah. Kalau saya yang difitnah sih nggak apa-apa, it's okay, it's fine." lanjutnya.
Jawaban Erros seolah membuka kembali ingatannya akan sejumlah kegaduhan usai album Badai Pasti Berlalu dirilis. Berdasarkan penelusuran detikcom, kegaduhan itu mulai dari masalah izin edar, hak cipta, dan sengketa lainnya.
"Kan banyak kegaduhan waktu itu ya (soal album BPB). Di awalnya kan begitu. Walaupun mereka semua sudah minta maaf, ya sudahlah. Tapi menurut saya ... aneh. Album itu saya yang membiayain semua kok itu. Uang dari film, sama juga ada sahabat saya yang punya Interstudio tuh. Jadi ya saya dapat uang dari situ. Semua saya masukkan ke produksi itu." kata Erros.
Dengan segala kontroversi yang ada, album ini kemudian menjadi sangat langka di pasaran. Khusus untuk medium piringan hitam, album ini bahkan ada yang menjual hingga Rp 38 juta di marketplace.
Ironinya, Erros Djarot mengaku tak mendapatkan keuntungan apa-apa sebagai pencipta maupun produser dari album ini.
"Kamu percaya nggak sih, saya dari Badai aja, untuk jangankan beli Mercedes, beli rodanya aja deh, ya nggak dapat. Jadi orang sering sangka, seolah-olah saya dapat Mercedes lah, apa rumah. Nggak lah. Tapi it's okay lah." kata Erros.
Album Badai Pasti Berlalu yang dikerjakannya demi menjawab tantangan dari sutradara film, Teguh Karya, itu ternyata memberi warna baru bagi musik Indonesia kala itu. Dengan warna pop klasik yang dinyanyikan oleh Chrisye dan Berlian Hutauruk, album ini berhasil mencuri perhatian di tengah boomingnya lagu-lagu pop cengeng.
"Album ini adalah album magic. Begitu banyak orang yang memberi kontribusi tanpa pamrih. Album bagus yang patut kita miliki sebagai koleksi album musik kita . Album yang mengubah hidup kita." begitu kata Johannes Soerjoko, atau akrab disapa Pak Ook, pemilik label Aquarius, dikutip dari laman blog Denny Sakrie.
Album Badai Pasti Berlalu sejatinya adalah album soundtrack yang dikerjakan untuk mengisi musik film dengan judul yang sama. Album ini dikerjakan oleh Erros Djarot dengan bantuan nama-nama yang kemudian menjadi legenda besar musik Indonesia.
Chrisye mengisi vokal, bass, dan gitar. Yockie Suryo Prayogo mengisi keyboard dan drum. Fariz RM mengisi drum, serta bantuan Keenan dan Debby Nasution untuk menggubah lagu Semusim, Angin Malam, dan Khayalku. Erros sendiri menjadi pemimpin produksi dengan bertindak sebagai penata musik, produser, dan menulis semua lirik dalam album ini.
Tak disangka, album yang dikerjakan dengan semangat yang jauh dari naluri industrial ini justru mendapatkan tempat di hati banyak orang. Album ini kemudian ditempatkan pada posisi teratas oleh majalah Rolling Stone Indonesia 2007 lalu sebagai yang terbaik sepanjang masa. Gelar tersebut diamini oleh banyak orang, hingga saat ini.
Kini setelah melewati banyak badai, Badai Pasti Berlalu secara mengejutkan menemukan jalannya kembali untuk dirilis ulang dalam format piringan hitam. Pecinta musik Indonesia tentu saja sorak bergembira mendapatkan kabar ini. Album yang tadinya hanya berada di batas mimpi untuk dimiliki, kini semakin paripurna menjadi sebuah romansa yang tak lekang oleh waktu. (eds/eds)