Avatar Kuasai Layar, Film Timur Datang Menantang
Di saat banyak film lain memilih geser jadwal demi aman secara box office, Timur justru berdiri tegak dan maju. Avatar sudah lebih dulu tayang sejak Rabu (17/12/2025), dan dikenal sebagai salah satu waralaba film terbesar.
Tapi Timur tidak menghindar dari dominasi film Hollywood pada pekan yang sama. Langkah Uwais Pictures ini pun langsung jadi sorotan, baik oleh penonton maupun pelaku industri film nasional.
Executive Producer Timur, Yentonius Jerriel Ho, menegaskan sejak awal film ini memang tidak dirancang untuk menghindari persaingan besar.
"Kami sadar sepenuhnya siapa yang kami hadapi. Avatar adalah film raksasa dunia. Tapi Timur dibuat bukan untuk bersembunyi. Film Indonesia harus berani berdiri sejajar di layar yang sama," kata Yentonius dalam siaran persnya, Jumat (19/12/2025).
Menurutnya, duel layar antara Timur dan Avatar bukan cuma soal bisnis, tapi juga soal mental industri film Indonesia.
"Kalau setiap film Hollywood datang kita selalu menyingkir, maka kita menyerahkan layar kita sendiri. Timur adalah pesan bahwa karya anak bangsa tidak inferior," tegasnya.
Timur juga menjadi penanda penting dalam karier Iko Uwais, yang untuk pertama kalinya duduk di kursi sutradara film panjang. Tak cuma di balik layar, Iko juga tampil sebagai pemeran utama, membawa ciri khas aksi fisikal yang selama ini jadi kekuatannya di film internasional.
Timur menawarkan film aksi Indonesia dengan koreografi pertarungan intens, visual sinematik modern, dan cerita heroik yang berakar kuat pada nilai perjuangan dan nasionalisme.
"Kita ini lahir dari rahim pejuang. Semangatnya jelas: maju terus, pantang mundur. Timur bukan hanya film, tapi simbol perlawanan sinema Indonesia terhadap dominasi Hollywood," ujar Yentonius.
Produser Ryan Santoso mengakui keputusan tayang barengan Avatar adalah risiko besar yang tidak semua rumah produksi berani ambil.
"Avatar itu IP raksasa, proyek mega dengan budget yang mungkin seratus kali lipat film Indonesia. Wajar banyak yang tidak berani melawan," ujar Ryan.
Meski begitu, Ryan menilai keterbatasan bukan alasan untuk mundur, apalagi Timur hadir dengan semangat kolektif dan dukungan besar terhadap perfilman nasional.
"Ibarat perang, cukup dengan bambu runcing. Kami tidak akan mundur dalam memperjuangkan kedaulatan perfilman nasional. Dari Indonesia, untuk dunia," tegasnya.
(dar/wes)











































