Thunderbolts*: Florence Pugh Mode Depresi

Asep Syaifullah
|
detikPop
Cuplikan adegan dalam film Thunderbolts*
Foto: Dok. Marvel Studios
Jakarta - Marvel Studio kembali melakukan eksperimen dengan film terbarunya, Thunderbolts* yang tayang pada 30 April. Digarap oleh Jake Schreier, film ini mengangkat tema berbeda dari film-film superhero sebelumnya.

Bersama dengan penulis naskah, Eric Person dan Joanna Calo, mereka membawa unsur mental health pada film superhero tersebut.

Sedari awal layar sudah menyuguhkan bagaimana Yelena Belova (Florence Pugh) yang merasakan ada sesuatu yang aneh dengan dirinya. Layaknya pegawai kantoran di SCBD yang pulang sendirian ke kosan di tengah keramaian dan kembali merasa sepi di kamar, ia merasa hampa.

Yelena kehilangan motivasinya dan tak tahu semua yang dilakukannya selama ini untuk apa. Ia seperti terjebak pada kehampaan.

Dalam kegundahan itu ia pun mencoba mencari 'pertolongan' ke ayahnya, Red Guardian (David Harbour), yang memberikan respon normatif. Ia malah menyebut Yelena harusnya bersyukur punya kerjaan enak dan bayaran mahal yang membuatnya bisa membeli barang mewah dan pakaian yang diinginkannya.

Cuplikan adegan dalam film Thunderbolts*.Cuplikan adegan dalam film Thunderbolts*. Foto: Dok. Marvel Studios

Tapi bukan materi yang membuat Yelena bahagia. Mirip lirik lagu Hindia bertajuk Untuk Apa, ia merasa semuanya yang dilakukan dan diraihnya selama ini sia-sia saja.

Yelena merindukan interaksi sesama manusia dan kehangatannya, sesuatu yang ia juga tak pernah rasakan.

Hingga akhirnya ia bertemu dengan Bob atau Sentry atau Void (Lewis Pullman), pria misterius yang juga mengalami masalah mental health tapi di level berbeda.

Bob seperti anak sulung yang cuma terpaut satu tahun dengan adiknya, ia yang harusnya merasakan dan mengerti cinta-kasih justru malah dihadapkan pada persaingan.

Penampilan Lewis Pullman sebagai Bob di Thunderbolts*.Penampilan Lewis Pullman sebagai Bob di Thunderbolts*. Foto: Dok. Marvel Studios

Parahnya lagi Bob seperti anak yang tak diinginkan, bahkan semua upayanya untuk orang yang disayang malah dianggap sebagai tindakan yang memperburuk keadaan.

Ia dan Yelena sama-sama tersesat dan berupaya mencari jalan keluar bersama meski tak tahu caranya. Bahkan ada nasehat ngaco dari Yelena untuk mengatasi masalah itu yakni memendamnya saja.

Beda dengan Bob, Yelena masih punya support system yang perlahan mulai peduli dengannya. Apalagi ada momen di mana ia meluapkan emosinya itu ke pada ayahnya dan membuatnya cukup lega.

Hal ini pun yang membuatnya terhindar dari call of the void, musuh besar yang dihadapi tak hanya oleh keduanya tapi juga seluruh anggota Thunderbolts* (meski dalam versi berbeda).

Beda dengan film superhero lainnya yang memakai taktik atau adu kekuatan super untuk saling mengalahkan, Jake Schreier justru membawa kita pada realita bahwa depresi dan mental health tak butuh Iron Man, Captain America hingga Avengers.

Mereka hanya butuh pelukan hangat dan bisikan bahwa ia tak sendirian. Klise mungkin tapi entah kenapa hal itu berhasil ditampilkan dengan lugas lewat visual bergaya superhero yang sangat menyentuh.

Menyenangkan melihat bagaimana sebuah film superhero bisa dieksplorasi lebih jauh seperti ini. Dan sepertinya masa depan Marvel akan lebih cerah, setidaknya lebih dewasa dalam bercerita.


(ass/dar)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO