Horor yang Lagi-lagi Gagal

Dua dari lima film terlaris di Indonesia itu bergenre horor. Bisa dibilang, genre horor itu menjanjikan kesuksesan box office.
Di sana ada KKN di Desa Penari hingga Pengabdi Setan. Dua film yang digilai penonton.
Namun, isu berbeda terjadi di Hollywood. Film horor lagi-lagi gak mencapai kesuksesan besar, terutama di musim penghargaan.
33 tahun sejak The Silence of the Lambs, gak ada lagi genre horor yang menang film terbaik Academy Awards. Harapan besar pada The Substance pun gagal diraih tahun ini.
The Silence of the Lambs pada 1992 meraih Best Picture, Best Adapted Screenplay, Best Director, Best Actor dan Best Actress. Film garapan Jonathan Demme itu jadi satu dari tiga film yang pernah menyapu bersih lima kategori paling prestisius itu di Oscar, bersama It Happened One Night dan One Flew Over the Cuckoo's Nest.
Film yang dibintangi Anthony Hopkins dan Jodie Foster itu, gak bisa disangkal sebagai film bergenre horor. Meski banyak pakar melabeli film itu dengan genre lain. Bahkan ada yang menyebut itu film bergenre kriminal, meski belakangan makin tipis memang perbedaan antara horor, thriller, kriminal dan laga.
Sutradara dan akademisi, Rebekah McKendry, seperti dilansir dari BBC, menyebut hal itu nyata terjadi.
"Sering kita lihat, ketika sebuah film horor berhasil meraih prestasi tingkat atas, genrenya dalam liputan media akan bergeser," ungkapnya.
Menurutnya, banyak pihak yang meremehkan film horor sebagai film murahan. Gara-gara cap itu, gak sedikit yang memandang film horor itu bukan sebagai sumber seni karena konyol dan minim pesan.
Kalau soal itu, ada banyak bukti yang menunjukkan film horor juga punya banyak pesan sosial di dalamnya. Sebut saja kayak satir menyeramkan Get Out yang rilis 2017, film yang bikin Jordan Peele jadi orang kulit hitam pertama pemenang penghargaan Best Original Screenplay.
Lalu ada Hereditary karya Ari Aster yang dirilis 2018. Film itu menerima 52 penghargaan dan 113 nominasi, meski luput dari nominasi Oscar atau Golden Globes.
"Seorang ibu yang stres dalam krisis paruh baya, trauma kehilangan orang tua dan kemudian seorang anak, jadi korban sesuatu dari dunia lain yang gak bisa dijelaskan sepenuhnya, dan kemudian berubah jadi monster itu sendiri," kata McKendry mempertebal pesan dari Hereditary.
Tahun ini, The Substance juga gagal jadi yang terbaik di Oscar. Film yang dibintangi Demi Moore itu padahal punya pesan besar soal tekanan masyarakat terhadap perempuan.
Sutradara Coralie Fargeat mengangkat premis yang gak asing, tapi dengan sentuhan yang aneh. Film ini merupakan pandangan tentang kewanitaan, kecantikan dan penuaan dalam budaya yang terobsesi banget sama citra.
Godaan yang mendesak itu berujung pada transformasi yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Film ini berdarah-darah, banyak adegan prostesis yang menjijikkan, tapi justru absurditas itu menegaskan inti The Substance, bahwa standar kecantikan bersifat sewenang-wenang dan absurd.
(nu2/pus)