Gelombang Film Prancis yang Antitesis Hollywood

Pergerakan dunia sinema mereka stagnan setelah Perang Dunia II. Gak cuma kondisi politik dan ekonomi, imbas dari perang itu juga langsung dirasakan dari sisi sosial hingga merasuk ke dunia hiburan.
Gak ada lagi film-film keren yang lahir. Kondisi pascaperang bikin mereka gak punya arah, secara kultur semuanya berantakan.
Baca juga: Dewi: Putri Mahkota Terkoyak |
Hingga munculnya sineas-sineas muda yang bikin gebrakan besar lewat film beranggaran rendah. Mereka mengeksplorasi tayangan dengan atmosfer natural yang akhirnya ternyata justru menciptakan sebuah kesan jujur.
Dari sana juga gelombang itu tumbuh makin besar. Film-film yang layaknya dokumenter jadi arus utama. Mereka memperkokoh sinema dengan cerita-cerita yang lebih mendalam.
Kecintaan orang-orang Prancis terhadap sinema salah satunya diabadikan lewat cerita film The Dreamers. Ketika pada 1968, polisi menutup Cinematheque Francais yang bikin para pencinta film menjadi heboh.
The Dreamers merupakan film karya Bernardo Bertolucci yang mengeksplorasi budaya pop sebagai bentuk perlawanan politik. Bertolucci mengisahkan dua sosok kembar siam yang terpisah di bahu, Theo dan Isabelle sebagai anak-anak nakal borjuis yang terisolasi. Mereka punya teman baru Matthew yang juga pecinta film dari Amerika.
Dialektika di dalamnya juga dirancang buat memperdebatkan culture soal kelebihan Buster Keaton daripada Charlie Chaplin sebagai komedian. Karakter Chaplin sering kali terlalu sentimental, sementara Keaton punya gaya yang jatuh lebih total dengan penggunaan mekanisme rumit.
Orang Amerika lebih suka Chaplin, sementara orang Prancis cinta banget sama Keaton. Begitu juga dengan selera musik, antara Jimi Hendrix dan Eric Clapton, secara jelas mereka memperlihatkan sudut pandang berbeda itu.
Jean-Luc Godard, pembuat film Prancis paling terkenal di era modern bahkan secara radikal bicara perbedaan antara sinema Prancis dengan Hollywood.
"Saya kasihan dengan sinema Prancis karena gak punya uang. Saya kasihan dengan sinema Amerika karena gak punya ide," katanya.
Gaya-gaya film itu bisa kamu rasakan hingga kini. Bahkan, gak lama lagi bakal bisa dinikmati secara streaming di KlikFilm.
KlikFilm berkolaborasi dengan Festival Sinema Prancis (FSP) kembali menyapa para pencinta film di Indonesia dalam edisi ke-26 yang berlangsung pada 22 November hingga 8 Desember 2024.
Festival itu diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Prancis di Indonesia dan Institut Francais d'Indonesie (IFI), dengan menghadirkan lebih dari 30 film Prancis berkualitas dalam format hybrid.
Baca juga: Io Capitano: Imigran Gelap Segelap-gelapnya |
Dari tanggal 30 November hingga 6 Desember, 10 film di KlikFilm, bakal rilis secara online, di antaranya The Edge of the Blade, Marguerite's Theorem, Four Daughters, White Paradise, More Than Ever, Medusa, Little Nicholas, Kompromat, Memory Box, dan Daaaaaali. Selain itu, pemutaran langsung juga akan diadakan di 13 kota di Indonesia demi pengalaman secara langsung.
Festival Sinema Prancis 2024 menampilkan berbagai genre film, mulai dari drama, komedi, hingga dokumenter, yang merepresentasikan keragaman dan kekayaan budaya Prancis.
(nu2/ass)