James Cameron Jadi Biang Kegagalan Terminator: Dark Fate

Hal ini diungkapkan sutradaranya, Tim Miller, dalam wawancaranya bersama Variety baru-baru ini. Film garapannya itu memang menjadi aib bagi waralaba tersebut karena mendapatkan pendapatan paling kecil dibandingkan lainnya dan juga menuai kritik lumayan pedas.
Awalnya film itu menjadi begitu dinantikan karena menyajikan reuni antara Arnold Schwarzenegger, Linda Hamilton dan Edward Furlong seperti halnya di Terminator 2: Judgment Day (1991).
Namun mereka justru memilih hanya menampilkan John Connor sebentar saja, karena ia terbunuh di adegan pembuka film oleh T-800 yang akhirnya berhasil menjalankan misinya.
Eksekusi tiba-tiba terhadap Connor tidak disukai oleh para penggemar, tetapi Miller dengan senang hati menunjukkan bahwa tindakan tersebut bukanlah menjadi tanggung jawabnya.
"Banyak orang yang tak suka dengan Terminator: Dark Fate karena alasan yang diluar tanggung jawabku. Karena itu adalah film ke-6 dan kita memilih membunuh John Connor di awal, tapi karena Jim Cameron yang mau itu terjadi (ya meskipun aku juga setuju) maka itulah yang kalian dapatkan," ungkapnya.
Film itu hanya mampu meraup pendapatan sebesar $261 juta atau sekitar Rp 4,1 triliun dari biaya produksi yang mencapai $ 185 juta atau sebesar Rp 2,9 triliun. Uniknya meski mendapatkan kritik di media sosial, film ini mendapatkan skor 70% di Rotten Tomatoes dan audience skor sebesar 82% yang mena membuat mereka menjadi film ketiga dengan rating tertinggi di situs itu.
Sementara itu James Cameron mengakui jika memang film Dark Fate tak sebagus yang pernah dibuat olehnya tapi ia masih menyukai film tersebut. Dalam wawancaranya bersama Empire Magazine ia pun menjelaskan kenapa film itu bisa gagal di bioskop.
"Masalah kami bukan karena filmnya tidak berhasil. Masalahnya adalah orang-orang tidak muncul (ke bioskop). Saya sudah menyampaikan ini kepada Tim Miller berkali-kali. Saya berkata, 'Saya menghancurkan film itu sebelum kami menulis sepatah kata pun atau merekam film... Kami (sudah) mencapai tujuan kami. Kami membuat sekuel yang sah untuk sebuah film di mana orang-orang yang sebenarnya pergi ke bioskop pada saat film tersebut dirilis semuanya sudah meninggal, pensiun, lumpuh, atau menderita demensia. Itu bukan permulaan. Tidak ada apa pun di film itu untuk penonton baru," pungkasnya.
(ass/dar)