Potret Harta Karun Lombok hingga Arca yang Kembali ke RI dari Masa Penjajahan

Pihak Indonesia diwakili Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, sementara pihak Belanda oleh Menteri Muda Bidang Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan, Kerajaan Belanda, Gunay Uslu. Foto: Kemendikbudristek
Harta karun Lombok dijarah pasukan Belanda saat menjatuhkan istana kerajaan di Lombok pada 1894. Sebelumnya, orang asli setempat meminta bantuan pihak Belanda. Namun, pasukannya kemudian menggunakan permintaan ini untuk meluaskan penjajahan, seperti tertera dalam keterangan objek Lombok Treasure di museum Rijksmuseum, Belanda. Foto: Situs Web Koleksi Museum Nasional dan Museum Rotterdam, Belanda
Adapun objek jarahan yang dinilai biasa saja, duplikat, atau bagian dari sepasang objek dijual demi menutupi biaya perang, dikutip dari Cultural Diplomacy and the Heritage of Empire: Negotiating Post-Colonial Returns oleh Cyntia Scott. Foto: AP/Aleksandar Furtula
Agar lebih aman, harta karun Lombok di Rijksmuseum dipajang di ruang koleksi emas dan perak Ruang 157, dalam kotak kaca pajangan dengan pembatas pagar besi. Foto: Situs Web Koleksi Museum Nasional dan Museum Rotterdam, Belanda
Pita Maha adalah kelompok seniman Bali yang resmi berdiri sejak 29 Januari 1936. Pendirinya yakni Tjokorda Gde Agung Sukawati, I Gusti Nyoman Lempad, Walter Spies, dan Rudolf Bonet. Foto: Lukisan gerakan seni Pita Maha dari Bali, karya I Made Windoe. Nomor Inventaris TM-3525-64. (Museum Nasional Kebudayaan Dunia, Belanda)
Sementara itu, lukisan Pita Maha gaya Sanur punya gradasi terang-gelap dengan warna khas alam yang seperti lukisan wayang Kamasan, dikutip dari resensi Santosa Werdoyo pada Pita Maha: Gerakan Sosial Seni Lukis Bali 1930-an oleh Wayan Kud Adnyana, di laman Indonesia Visual Art Archive (IVAA). Foto: Lukisan gerakan seni Pita Maha dari Bali, karya I Dewa Putu Waru. Menggambarkan seorang anak kecil diserang oleh setan. Nomor inventaris TM-3535-63. (Museum Nasional Kebudayaan Dunia, Belanda)
"(Saya) berani memastikan itu keris dari tetua kami dulu yang gugur dalam perang Puputan Klungkung," tutur Penglingsir Puri Agung Klungkung Ida Dalem Smara Putra pada detikBali di Puri Agung Klungkung, Senin (10/7/2023). Foto: Keris Klungkung (Museum Nasional Kebudayaan Dunia (NMVW) Belanda)
Belanda esoknya menyerang Klungkung dari 3 arah mata angin, baik timur, barat, dan selatan. Raja Klungkung II Dewa Agung Jambe beserta keluarga dan rakyat puputan (bertempur habis-habisan) sampai gugur. Foto: Keris Klungkung (Museum Nasional Kebudayaan Dunia (NMVW) Belanda)