
Tarif Pungutan Ekspor Sawit Naik Saat Pandemi, Kenapa?
Pemerintah menerbitkan aturan baru tarif pungutan ekspor sawit (levy). Aturan ini dirilis di tengah pandemi. Kenapa?
Pemerintah menerbitkan aturan baru tarif pungutan ekspor sawit (levy). Aturan ini dirilis di tengah pandemi. Kenapa?
Pungutan ekspor sawit berubah. Sekretaris Jenderal GAPKI Agam Faturrochman meminta pemerintah mempertimbangkan kembali kenaikan pungutan ekspor tersebut.
Dengan PMK baru itu, pungutan ekspor CPO bisa naik secara berkala, dan tarif tertingginya bisa menyentuh US$ 255 per ton.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah tarif pungutan ekspor produk sawit. Produk CPO ditetapkan tarif pungutan mulai US$ 55/ ton sampai US$ 255/ton
Ternyata tak hanya sawit yang jadi produk ekspor andalan Tanah Air. Ada 9 produk lainnya, apa saja?
Ekspor kelapa sawit (crude palm oil/CPO) ke India misalnya, mengalami penurunan permintaan (demand) sebanyak 2 juta ton tahun ini.
RI pernah berencana mengenakan tarif bea masuk 20-25% terhadap impor produk olahan susu Eropa sebagai bentuk perlawanan atas diskriminasi sawit. Masih lanjut?
Diskriminasi terhadap kelapa sawit oleh Uni Eropa (UE) tak kunjung usai. Kelapa sawit Indonesia terus-menerus ditekan. Indonesia pun melawan.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bakal memodernisasi pengelolaan dana yang dihimpun dari pemungutan ekspor sawit dan produk turunannya.
Pungutan ekspor sawit akan berlaku kembali mulai 1 Januari 2020. Pungutan akan dilakukan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).