Masjid Lama Gang Bengkok telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Masjid yang berusia 151 tahun ini masih tetap berdiri kokoh dengan ciri khasnya.
Masjid ini dibangun oleh saudagar China, Tjong A Fie yang berkolaborasi dengan Datuk H. Muhammad Ali. Sepintas, bentuk bangunannya seperti Kelenteng, namun juga divariasi dengan ornamen-ornamen Melayu. Masjid ini didominasi warna kuning dan hijau dan bisa menampung 2.000 jamaah.
Penamaan Masjid Lama Gang Bengkok
Tidak seperti masjid kebanyakan yang umumnya menetapkan nama bernuansa Arab, masjid ini justru dinamakan oleh masyarakat sekitar sesuai dengan lokasinya. Shilmi, salah satu pengurus Masjid Lama Gang Bengkok bercerita sejak dibangunnya masjid ini memang tidak ada penetapan nama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada kekuasaan Sultan Deli atau Tjong A Fie memberikan nama itu, tapi masyarakat yang menyebutkan," ujar Shilmi, Senin (1/12/2025).
Dahulu, masyarakat saling bertanya salat di mana. Lalu, dijawablah di Masjid Lama, karena lokasi masjid ini berada di lekukan jalan, maka disebutlah 'Bengkok'. Bengkok dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna menyimpang dari garis lurus. Seiring berjalannya waktu, melekatlah nama 'Masjid Lama Gang Bengkok' hingga kini.
Memiliki Perpustakaan dan Aula
Masjid ini memiliki perpustakaan yang dibangun pada masa kepemimpinan Abdillah sebagai Wali Kota Medan. Perpustakaan ini tak hanya diisi oleh buku-buku agama, tetapi juga buku-buku keilmuan lainnya. Perpustakaan ini terbuka untuk umum.
Kata Shilmi, dahulu, orang-orang selalu membaca buku sembari menunggu waktu salat. Akan tetapi, sekarang sudah tidak seramai dulu bahkan hampir tidak ada.
"Dulu banyak, sekarang sudah hampir nggak ada. Kebanyakan orang duduk di kedai kopi atau tempat makan. Jarang ada yang baca buku di perpustakaan," tuturnya.
Selain perpustakaan, masjid ini memiliki aula yang dibangun sekira tahun 2010 menggunakan dana infak masjid. Aula ini dipergunakan untuk aktivitas lain selain ibadah, misalnya pertemuan dengan para peneliti dan makan bersama. Luas aula ini 9x9 meter.
Peninggalan Masjid Lama Gang Bengkok
Masjid Lama Gang Bengkok beberapa kali dilakukan renovasi, namun tetap mempertahankan bentuk aslinya.
"Ini sudah beberapa kali direnovasi, tapi hanya sekadar lantai dan dinding. Kalau untuk bentuk-bentuk nggak boleh diubah, masih asli," kata Shilmi.
Dinding masjid dulunya ada ukiran-ukiran bunga, namun seiring berkembangnya zaman, terjadi pelapukan, hingga pada 1980-an diperbaiki. Bagian langit-langit terdapat interior berupa pola lingkaran yang saling mengait satu sama lain. Ini dimaknai sebagai satu kesatuan yang tidak terputus.
"Ini bentuk gelang-gelang yang tidak terputus, artinya siapa pun yang masuk ke sini mudah-mudahan menjadi satu kesatuan yang tidak terputus. Jadi ukhuwah islamiyah-nya kokoh. Tidak ada perbedaan status, semua sama. Semuanya satu," jelas Shilmi.
Hingga saat ini, masih ada peninggalan dari masa lampau, seperti mimbar khatib, mimbar muazzin, jam lemari, dan sumur tua. Shilmi juga mengatakan bahwa setiap masjid di bawah naungan kesultanan pasti memiliki mimbar khatib dan muazzin. Sedangkan sumur tua yang dimaksud adalah sumur yang berusia lebih dari 100 tahun yang sampai saat ini tetap berfungsi dengan baik. Airnya jernih dan sama sekali tidak terpengaruh oleh bencana banjir yang sebelumnya melanda Kota Medan.
Di bagian tengah masjid ada 8 tiang. Ini merupakan jumlah dari tiang sebelah kanan dan kiri yang masing-masing ada 4. Ini mengartikan masjid ini akan dikunjungi oleh 8 penjuru mata angin. Seluruh masyarakat di Kota Medan atau di luar Medan dan sekelilingnya akan datang ke sini.
Sampai saat ini, Masjid Lama Gang Bengkok masih menjadi objek wisata religi yang banyak dikunjungi wisatawan.
Artikel ini ditulis Siti Asyaroh, peserta program Maganghub Kemnaker di detikcom.
(afb/afb)











































