Anggota Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) Iptu Andi Sri Ulva Baso meraih penghargaan Hoegeng Awards 2025 kategori Polisi Inovatif. Dia membuat inovasi 'Meja Tanpa Laci' di ruang-ruang pelayanan publik Polsek Panakkukang, Unit PPA Polres Takalar dan Regident Polda Sulsel.
Dilansir dari detikNews, pemberian penghargaan Hoegeng Awards 2025 kategori Polisi Inovatif untuk Iptu Andi Sri Ulva Baso digelar di Auditorium Mutiara STIK-PTIK Polri, Jakarta Selatan, Rabu (16/7/2025). Acara yang mengangkat tema 'Polisi Rakyat, Teladan Mengabdi' ini disiarkan langsung oleh detikcom.
Penghargaan Hoegeng Awards 2025 kategori Polisi Inovatif ini dibacakan oleh anggota Dewan Pakar Hoegeng Awards, Mas Achmad Santosa. Sementara trofi untuk Iptu Ulva Baso diberikan oleh Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
Inovasi Iptu Sri Cegah Korupsi-Pungli
Iptu Andi Sri Ulva Baso merupakan Perwira Urusan Seksi Fasilitasi Material SIM, BPKB, STNK, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Subdit Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor Direktorat Lalu Lintas (Paur Sifasmat Subdit Regident Ditlantas) Polda Sulsel. Inovasi Iptu Sri bertujuan untuk transparansi pelayanan, serta meniadakan transaksi pungutan liar (pungli).
Koordinator Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Sulsel, Husaima 'Ema' Husain, menjadi mentor Iptu Sri Ulva dalam mengkampanyekan pencegahan korupsi dan pungli di kepolisian. Salah satu gebrakannya adalah gerakan Meja Tanpa Laci.
"Kalau saya sih bilang anak ini cukup berani. Saya waktu awal-awal melihat gebrakannya Ulva, saya enggak pernah menyangka Ulva mampu membuat terobosan di sebuah lembaga yang -menurut kita waktu itu- agak sulitlah berbicara tentang pencegahan korupsi," kata Ema kepada detikcom, Minggu (16/3).
Ema dan Iptu Sri Ulva bertemu saat SPAK mengadakan Training of Trainers (ToT) SPAK di Sorong, Papua Barat Daya. Menurut Eva, Iptu Sri Ulva menjadi agen SPAK yang paling signifikan perubahan pola pikirnya.
"Jadi saya pun sebetulnya sama dengan Ibu Ulva ya, kita bergabung di gerakan SPAK ini karena ikut TOT. Awalnya saya aktivis perempuan murni, jebolan dari LBH, YLBHI. Kemudian saya Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia," kata aktivis jebolan YLBHI ini.
Ema mengatakan munculnya Iptu Sri Ulva sebagai agen SPAK tak lepas dari peran Kapolsek Panakkukang saat itu. SPAK merupakan Gerakan Perempuan dalam pencegahan korupsi yang bermitra dengan KPK.
"Saya itu agen SPAK pertama untuk Indonesia timur. Kalau Ulva itu memang dia terrekrut setelah beberapa angkatan yang kita buat. Waktu itu masih eranya Pak Abraham Samad. Jadi sebetulnya gerakan ini juga adalah sebetulnya gerakan yang awalnya itu adalah program kerjasama Gerakan SPAK yang didanai pendonor dari Australia (Australia Indonesia Partnership for Justice) dengan KPK," jelas Ema.
Ema mengaku pernah bertanya kepada Ulva soal respons lingkungan kerja terhadap sikap integritasnya. Ulva, kata Ema, mengaku tak memusingkan pandangan miring orang di sekitarnya.
"Katanya, 'Bu kalau saya dipecat, nggak mungkin, saya bukan pelanggaran. Tapi kalau saya dipindahkan, boleh mungkin. Tapi saya ndak pusing Bu. Mau pindah ke mana yang penting masih tetap di Negara Republik Indonesia', katanya waktu itu sambil bercanda sambil ketawa," terang Ema.
"Kalau si Ulva memang prinsipnya gini, 'Kalau saya dimutasi, mana yang akan capek? Pimpinan yang capek memutasi saya, atau saya yang capek dimutasi' gitu," lanjut dia.
Awal Mula Gerakan 'Meja Tanpa Laci'
Iptu Sri Ulva mengatakan inovasi Meja Tanpa Laci dibuat setelah mengikuti Training of Trainers (ToT) SPAK di Sorong, Papua Barat Daya pada 2015, saat dia masih berdinas di Polsek Panakkukang.
"Awal mulanya itu pertamanya ikut SPAK waktu saya masih Bintara, di Polsek Panakukang Polrestabes Makassar. SPAK itu gerakan yang dibuat KPK. Jadi pencegahan korupsi melalui perempuan," kata Ulva kepada detikcom, Sabtu (14/3).
Dia mengaku mengikuti kegiatan ToT SPAK di Sorong atas perintah kapolseknya kala itu. Dia mewakili kapolsek yang mendapat undangan aktivis antikorupsi.
"Jadi waktu tahun 2015 itu saya ikut ToT Saya Perempuan Anti Korupsi di Sorong, Papua. Kebetulan Kapolsek saya Pak Kompol Woro Susilo, saya ditunjuk Kapolsek untuk ikut SPAK. Saat itu beliau berhalangan hadir, ya sudah berangkatlah saya ke sana," ujar Ulva.
Di acara tersebut, Ulva bertemu banyak peserta acara SPAK dari instansi lain seperti kejaksaan, permasyarakatan dan anggota PKK. Dia mengaku acara tersebut benar-benar menguras cara berpikirnya soal mencegah hingga menghapus 'budaya' korupsi.
"Di sana ikut pelatihan sama agen-agen SPAK di sana, ada yang dari KPK dari banyak instansilah. Ada ibu-ibu PKK, ada dari kejaksaan, lapas. Kurang lebih satu minggu. Saya waktu ke Sorong itu kiranya pelatihan biasa, yang lebih banyak jalan-jalannya. Ternyata tidak, betul-betul di-drill di sana otaknya," masih aktif kita (sebagai agen SPAK)," ucap polwan yang kini aktif terdaftar sebagai agen SPAK.
Saat itu, Ulva menjadi satu-satunya peserta yang mewakili unsur kepolisian. Setelah itu dia melaporkan kepada kapolseknya soal materi-materi pencegahan korupsi yang didapat dari SPAK.
"Saat itu dari kepolisian saya yang sendiri. Mungkin karena Kapolsek saya ada kenal aktivis-aktivis perempuan antikorupsi di Sulawesi Selatan, dan beliau dikasih kesempatan hadir, dan memang integritasnya beliau saat itu bagus juga," ucap Ulva.
"Pulang dari sana saya lapor ke pimpinan, tapi saat itu kapolsek saya sudah berganti Pak Wahyudi Rahman. Mungkin karena materinya nyantol di otak saya, pulang dari sana, saya lapor ke pimpinan untuk berbuat inovasi yaitu Meja Tanpa Laci di ruang pelayanan Polsek Panakkukang pada 2016," sambung dia.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Simak Video "Video: Iptu Ulva Baso, Peraih Hoegeng Awards 2025 di Balik Gagasan Meja Tanpa Laci"
(hsr/nvl)