Sejumlah pengunjung tengah menyaksikan karya lukis di pameran Utopian Dreams: Dystopian World yang berlangsung di Neo Gallery, Jakarta, Jumat (9/5/2025).
Lima orang seniman Bandung merespons kondisi dunia dan manusia yang berdiri dalam kondisi yang tak menentu di mana ada kehancuran bertemu dengan imajinasi dan harapan. Persoalan seperti kebakaran hutan yang meluas di berbagai belahan dunia, konflik antar bangsa yang tak kunjung selesai, bencana alam akibat perubahan iklim
Pameran ini mengajak untuk mengeksplorasi hubungan antara realitas yang menuju distopia dengan potensi gambar-gambar yang utopis.
Para seniman yang terlibat dalam pameran itu, Chakra Narasangga, Dzikra Afifah, Etza Meisyara, Henryette Louise, Hilman Hendarsyah, dan Mujahidin Nurrahman. Mereka menggali kemungkinan-kemungkinan di balik keruntuhan sistemik sambil mempertanyakan apakah utopia hanya ilusi yang membutuhkan pembaruan.
Pameran bersama berjudul Utopian Dreams: Dystopian World berlangsung sejak 19 April-19 Mei 2025 di Neo Gallery. Karya seni yang ditampilkan hasil refleksi mendalam atas lanskap dunia yang rusak akibat perubahan iklim dan krisis ekologis.
Melalui teknik potongan kertas yang khas, ia merakit kembali bentuk-bentuk senjata menjadi struktur geometris. Menurut Axel Ridzky sang kurator Pameran ini menyoroti ruang bagi seniman untuk menjelajahi medan konseptual seperti degradasi lingkungan, teknologi disruptif, fragmentasi sosial, dan keyakinan akan kehidupan setelah mati.
Setiap karya seni menjadi intervensi spekulatif—mengusulkan masa depan alternatif yang muncul dari puing-puing saat ini. Lewat karya dua dimensi berbahan plat logam, sang seniman menghadirkan distopia sebagai kondisi liminal antara kepastian dan keraguan.
"Mimpi Utopis;Dunia Distopia" pada hakikatnya adalah eksplorasi dialektika antara kehancuran dan kemungkinan-bagaimana momen disruptif dapat menjadi celah ontologis yang membuka jalan bagi penyusunan ulang eksistensi.