Potret Pelepasliaran Artemis dan Gieke

Artemis dan Gieke, dua orang utan yang lahir di Sekolah Hutan Jerora Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS), dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar).
Pelepasliaran dilakukan Kementerian Kehutanan melalui BKSDA Kalbar dan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) serta didukung YPOS pada 19 November 2025.
Artemis dan Gieke, dua orang utan yang lahir di Sekolah Hutan Jerora Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS), dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar).
Perjalanan darat menuju lokasi pelepasliaran ditempuh delapan jam dari Sekolah Hutan Jerora di Sintang menuju Putussibau, Kapuas Hulu. Kemudian dilanjutkan tiga jam perjalanan air menggunakan longboat menuju Stasiun Pelepasliaran Mentibat.
Artemis dan Gieke, dua orang utan yang lahir di Sekolah Hutan Jerora Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS), dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar).
Di lokasi, keduanya menjalani habituasi satu malam untuk menjaga kondisi fisik dan psikologis tetap stabil, dengan pemeriksaan medis rutin selama proses berlangsung.
Artemis dan Gieke, dua orang utan yang lahir di Sekolah Hutan Jerora Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS), dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar).
Kegiatan pelepasliaran juga disambut antusias oleh masyarakat setempat, terutama kader konservasi yang terlibat langsung. Keterlibatan mereka tidak hanya bersifat teknis, namun juga emosional, karena melihat orang utan kembali ke hutan dianggap sebagai simbol keberhasilan perjuangan panjang dalam menjaga kelestarian hutan.
Artemis dan Gieke, dua orang utan yang lahir di Sekolah Hutan Jerora Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS), dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar).
Pelepasliaran ini merupakan tahapan ke-17 sejak pertama kali dilaksanakan pada 2017, dengan total 37 individu hasil rehabilitasi dan satu individu hasil translokasi yang telah dilepasliarkan di Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.
Artemis dan Gieke, dua orang utan yang lahir di Sekolah Hutan Jerora Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS), dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar).
Setelah pelepasliaran, orang utan Artemis dan Gieke akan dipantau secara intensif menggunakan metode nest-to-nest selama tiga bulan, meliputi pemantauan aktivitas harian, pola makan, pergerakan serta respons terhadap habitat. Pemantauan dilakukan untuk memastikan keduanya mampu beradaptasi dengan baik dan hidup mandiri di alam liar.
Pelepasliaran dilakukan Kementerian Kehutanan melalui BKSDA Kalbar dan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) serta didukung YPOS pada 19 November 2025.
Perjalanan darat menuju lokasi pelepasliaran ditempuh delapan jam dari Sekolah Hutan Jerora di Sintang menuju Putussibau, Kapuas Hulu. Kemudian dilanjutkan tiga jam perjalanan air menggunakan longboat menuju Stasiun Pelepasliaran Mentibat.
Di lokasi, keduanya menjalani habituasi satu malam untuk menjaga kondisi fisik dan psikologis tetap stabil, dengan pemeriksaan medis rutin selama proses berlangsung.
Kegiatan pelepasliaran juga disambut antusias oleh masyarakat setempat, terutama kader konservasi yang terlibat langsung. Keterlibatan mereka tidak hanya bersifat teknis, namun juga emosional, karena melihat orang utan kembali ke hutan dianggap sebagai simbol keberhasilan perjuangan panjang dalam menjaga kelestarian hutan.
Pelepasliaran ini merupakan tahapan ke-17 sejak pertama kali dilaksanakan pada 2017, dengan total 37 individu hasil rehabilitasi dan satu individu hasil translokasi yang telah dilepasliarkan di Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.
Setelah pelepasliaran, orang utan Artemis dan Gieke akan dipantau secara intensif menggunakan metode nest-to-nest selama tiga bulan, meliputi pemantauan aktivitas harian, pola makan, pergerakan serta respons terhadap habitat. Pemantauan dilakukan untuk memastikan keduanya mampu beradaptasi dengan baik dan hidup mandiri di alam liar.