Di Kalimantan, dikenal istilah kemponan yang sudah menjadi kearifan lokal, baik oleh masyarakat Dayak maupun Melayu. Tradisi ini berkaitan dengan tata krama ketika diberi hidangan, dan ada mitos tentang nasib buruk jika dilanggar.
Bahkan hal ini juga diceritakan dalam dongeng atau cerita rakyat di Kalimantan, sehingga tradisi ini terus terjaga hingga sekarang. Yuk kenali apa itu kemponan, cara mencegah, dan cerita rakyat tentang kemponan.
Apa Itu Kemponan?
Dikutip dari situs Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, kemponan dipahami sebagai sebuah kondisi ketika seseorang diyakini akan mengalami kesialan atau musibah karena tidak mencicipi makanan atau minuman yang ditawarkan, atau karena melanggar aturan adat yang berkaitan dengan jamuan.
Pada masyarakat Dayak, kemponan sering disebut juga pahuni atau kepuhunan, dan dianggap sebagai gangguan yang muncul ketika seseorang tidak selaras dengan "irama alam" atau mengabaikan kewajiban berbagi dengan roh halus.
Misalnya, ada makanan tertentu seperti ketan, kopi, wadi, atau tuak yang dipercaya harus dibagi, bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk makhluk gaib. Bila aturan ini dilanggar, orang tersebut diyakini bisa tersesat, sakit, atau mengalami kecelakaan.
Sementara itu, dalam masyarakat Melayu, dikutip dari Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 3, No 1, Desember 2019 dari Universitas Pendidikan Indonesia, kemponan muncul dari anggapan bahwa menolak suguhan berarti tidak menghargai pemberi, sehingga menimbulkan rasa takut akan datangnya bala.
Orang yang kemponan dipercaya bisa jatuh, terluka, bahkan meninggal, apabila tidak segera melakukan tindakan pencegahan. Dengan demikian, kemponan tidak hanya berhubungan dengan dunia gaib, tetapi juga berfungsi sebagai mekanisme sosial untuk menanamkan nilai saling menghormati, menjaga hubungan antarindividu, serta mengingatkan manusia agar selalu menghargai makanan dan pemberiannya.
Cara Mencegah Kemponan
Jika sedang terburu-buru atau tidak sengaja meninggalkan makanan, ada cara yang dipercaya bisa mencegah kemponan yang menimbulkan hal negatif. Berikut beberapa caranya:
1. Minjok
Dalam tradisi Dayak, meskipun seseorang sudah kenyang, ia tetap dianjurkan untuk minjok, yaitu menyentuh atau mencicipi sedikit makanan yang disuguhkan. Tindakan sederhana ini sering disertai ucapan khusus seperti "sapulun" atau "puse-puse".
Ini berfungsi sebagai tanda penghormatan kepada tuan rumah sekaligus sebagai penolak bala. Dengan begitu, seseorang dianggap tidak menolak suguhan dan terhindar dari kemponan.
2. Berbagi dengan Roh Halus
Orang Dayak berkeyakinan bahwa makanan atau minuman tertentu, seperti ketan, kopi, wadi, dan tuak tidak boleh dikonsumsi sepenuhnya oleh manusia. Sebagian kecil dari sajian itu harus "dibagi" kepada roh halus, biasanya dengan cara meletakkannya di tempat tertentu.
Praktik ini diyakini menjaga keseimbangan antara manusia dan dunia gaib, sehingga orang yang bersangkutan tidak diganggu atau ditimpa kesialan.
3. Jamah
Dalam budaya Melayu Kalimantan, dikenal jamah yang mirip dengan minjok. Cara Seseorang cukup menyentuh sedikit makanan atau minuman yang dihidangkan dengan jari, lalu menyapukannya ke lidah atau leher.
Tindakan ini menjadi simbol bahwa suguhan sudah dicicipi, sehingga tidak dianggap menolak. Dengan begitu, orang tersebut diyakini terhindar dari bala yang mungkin datang akibat kemponan.
4. Cempalet
Jika seseorang lupa mencicipi makanan atau minuman yang disiapkan oleh keluarga, ia bisa melakukan cempalet. Misalnya ketika sudah disiapkan makanan oleh ibu, tapi lupa memakannya, maka melakukan cempalet.
Caranya adalah dengan menyentuh makanan, minuman, atau sesuatu yang lembut sambil membayangkan makanan tadi, kemudian menyentuhkannya ke leher sambil mengucapkan "cempalet kemponan (dan menyebut makanan yang ditinggalkan)."
5. Palet
Ada kalanya seseorang hanya bisa melihat makanan atau minuman yang sangat diinginkan, tetapi tidak bisa menikmatinya. Kondisi seperti ini juga bisa menyebabkan kemponan.
Maka ia dapat melakukan palet, yaitu menyentuh lidah atau leher sambil menyebut "palet kemponan (dan menyebut makanan yang diinginkan)." Dengan cara ini, rasa ingin yang tidak terpenuhi tidak akan berubah menjadi kemponan yang membawa musibah.
(bai/des)