Terinspirasi China, Komdigi Bahas Wacana Influencer Wajib Sertifikasi

Nasional

Terinspirasi China, Komdigi Bahas Wacana Influencer Wajib Sertifikasi

Agus Tri Haryanto - detikKalimantan
Selasa, 04 Nov 2025 16:31 WIB
Di Negara Ini, Influencer Wajib Bergelar Sarjana atau Bersertifikat
Ilustrasi influencer. Foto: Getty Images/Tirachard
Jakarta -

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI mengkaji wacana kebijakan baru bagi influencer atau pemengaruh. Influencer di Indonesia rencananya akan diwajibkan memiliki sertifikat sebelum membuat konten tertentu di media sosial.

Dilansir detikInet, kebijakan tersebut sudah diberlakukan oleh pemerintah China. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Komdigi Bonifasius Wahyu Pudjianto menyebut pihaknya tengah melakukan pembahasan internal terkait kemungkinan Indonesia juga menerapkan kebijakan serupa.

"Informasi ini masih baru, kami masih kaji dulu memang. Kami ada grup WA (WhatsApp), kami lagi bahas 'Gimana ini isu ini? Ada negara udah mengeluarkan kebijakan baru nih', ini masih kita kaji," terangnya dikutip dari Antara, Selasa (4/11/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bonifasius menyebut Komdigi memantau kebijakan negara secara rutin sebagai referensi dalam menjaga ekosistem digital nasional. Sebelumnya, Komdigi mempelajari kebijakan Australia dalam pembatasan penggunaan media sosial bagi anak di bawah umur. Hasilnya, terbentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau dikenal dengan nama PP Tunas.

Kemudian kali ini Komdigi menyoroti aturan sertifikasi influencer. Menurut Bonifasius, ide ini merupakan upaya untuk memastikan kompetensi dari para pembuat konten, terutama dalam menyajikan isu-isu sensitif dan krusial seperti isu kesehatan. Influencer diharapkan dapat lebih bertanggung jawab ketika membuat konten tanpa mengurangi kebebasan berekspresi di ruang digital.

"Kita perlu menjaga, tapi jangan sampai terlalu mengekang. Kompetensi memang diperlukan, jangan sampai muncul tadi justru mereka yang membuat konten yang salah," tuturnya.

Bonifasius menegaskan hal ini masih sebatas ide. Pemerintah belum mengambil keputusan apakah kebijakan serupa perlu diterapkan di Indonesia. Ia menegaskan Komdigi membuka ruang dialog dan menerima masukan dari berbagai pihak terkait.

"Kita harus mendengar [masukan]. Kalau perlu [diterapkan], oke, tapi gimana? Seperti apa? Kan pasti ada leveling grade-nya. Seperti apa harus kita atur? Menyasar siapa saja? Karena sekarang yang jadi konten kreator banyak banget," ungkap Boni.

Diketahui China baru menerapkan kebijakan yang mewajibkan influencer memiliki ijazah atau sertifikat akademik sebelum membuat konten bermuatan profesional. Dikutip dari CNN Indonesia, aturan tersebut mencakup konten di bidang kedokteran, keuangan, hukum, pendidikan, kesehatan, dan sektor yang dinilai rawan penyebaran informasi keliru atau hoaks.

Platform seperti Douyin atau TikTok, Bilibili, dan Weibo pun diwajibkan memverifikasi kualifikasi akademik kreator konten sebelum mengizinkan mereka mempublikasikan konten profesional. Pelanggaran akan dikenai denda hingga 100.000 yuan atau sekitar Rp 230 juta hingga penutupan akun.

Baca selengkapnya di sini.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads