Ketua KPK soal Tersangka Korupsi Kuota Haji: Tunggu Saja!

Ketua KPK soal Tersangka Korupsi Kuota Haji: Tunggu Saja!

Adji G Rinepta - detikJogja
Selasa, 09 Des 2025 16:02 WIB
Ketua KPK soal Tersangka Korupsi Kuota Haji: Tunggu Saja!
Ketua KPK Setyo Budiyanto ditemui usai acara puncak Hakordia 2025 di Kompleks Kepatiha, Kota Jogja, Selasa (9/12/2025). (Foto: Adji G Rinepta/detikJogja)
Jogja -

Pengusutan perkara dugaan korupsi kuota haji masih terus bergulir di KPK. Saat ditanya mengenai progres pengusutan kasus ini, Ketua KPK Setyo Budiyanto, memberi isyarat akan ada tersangka yang ditetapkan.

Ditemui usai acara puncak Hakordia 2025 di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, awak media menanyai Setyo soal kemungkinan KPK mengungkap adanya tersangka di kasus ini sebelum tahun 2025 berakhir. Begini jawaban Setyo.

"Ya ditunggu saja," ungkap Setyo menjawab pertanyaan soal kemungkinan KPK mengungkap adanya tersangka baru di kasus kuota haji, Selasa (9/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu kan semuanya, saya, pimpinan tidak bisa memberi intervensi kepada para penyidik. Semua pasti berdasarkan alat bukti, dokumen, manakala semua sudah dianggap cukup, semuanya sudah bisa dipastikan tanpa ada pertanyaan, tanpa ada intervensi pimpinan, dan pimpinan juga tidak pernah melakukan intervensi, semuanya akan sesuai dengan jalannya," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Dalam mengusut kasus ini, KPK sampai mengirim penyidik ke Arab Saudi. Diberitakan detikNews, awal Desember penyidik KPK sudah berada di Arab Saudi untuk pengecekan langsung terhadap pemberian kuota haji hingga fasilitas dalam perkara dugaan korupsi kuota haji. Penyidik mengunjungi kantor KBRI dan juga menyambangi kantor Kementerian Haji Arab Saudi.

Mengenai hasil penyidikan di Arab Saudi itu, Setyo mengaku belum menerima laporan dari penyidik.

"Kemarin kan penyidiknya baru ke Arab, saya belum monitor hasilnya seperti apa, laporannya seperti apa. Nah seperti itu kan harus disampaikan ke pimpinan, setidaknya dari penyidik ke deputi, nanti secara berjenjang lah," paparnya.

"Jadi kalau masalah nunggu apa lagi ya, kenapa belum diumumkan ya mungkin ada sesuatu yang masih belum tuntas. (Berapa suspek?) Itu ada saatnya (diumumkan)," sambung Setyo.

Seperti diketahui, dilansir detikNews, kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 ini sudah naik ke tingkat penyidikan. Kendati demikian sampai hari ini KPK belum menetapkan dan mengumumkan adanya sosok tersangka dalam kasus ini.

Jubir KPK Budi Prasetyo mengungkapkan KPK masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak, termasuk Penyelenggara Ibadah Haji Khusus alias PIHK. Budi menyampaikan KPK menemukan beberapa PIHK yang tidak memiliki izin untuk menyelenggarakan haji khusus namun bisa memberangkatkan jemaah haji khusus.

"Jadi terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji ini, dan juga fakta-fakta yang ditemukan oleh penyidik, ada sejumlah PIHK yang belum mempunyai izin untuk bisa menyelenggarakan ibadah haji khusus, tapi kemudian dalam praktiknya menyelenggarakan," kata Budi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/11) lalu.

Kasus dugaan korupsi yang diusut KPK ini terkait pembagian tambahan 20 ribu jemaah untuk kuota haji tahun 2024 atau saat Yaqut Cholil Qoumas menjabat Menteri Agama. Kuota tambahan itu didapat Indonesia setelah Presiden RI saat itu, Joko Widodo (Jokowi), melakukan lobi-lobi ke Arab Saudi.

Kuota tambahan itu ditujukan untuk mengurangi antrean atau masa tunggu jemaah haji reguler Indonesia, yang bisa mencapai 20 tahun, bahkan lebih. Sebelum adanya kuota tambahan, Indonesia mendapat kuota haji sebanyak 221 ribu jemaah pada 2024.

Setelah ditambah, total kuota haji RI tahun 2024 menjadi 241 ribu. Namun kuota tambahan itu malah dibagi rata, yakni 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.

Padahal, UU Haji mengatur kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota haji Indonesia. Akhirnya Indonesia menggunakan kuota 213.320 untuk jemaah haji reguler dan 27.680 untuk jemaah haji khusus pada 2024.

KPK menyebut kebijakan era Yaqut itu membuat 8.400 orang jemaah haji reguler yang sudah mengantre lebih dari 14 tahun dan seharusnya bisa berangkat setelah ada kuota tambahan tahun 2024 malah gagal berangkat. KPK pun menyebut ada dugaan awal kerugian negara Rp 1 triliun dalam kasus ini. KPK telah menyita rumah, mobil, hingga uang dolar terkait kasus ini.




(alg/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads