Selain menggarap lahan milik perhutan mereka juga budidaya ikan mujair dan berternak kambing.
Karmin saat memberikan makan ternak kambingnya di kadang sebelah rumahnya.
Karmin berasal dari Desa Nogosari, Pacet, Mojokerto. Ia anak sulung 3 bersaudara dari pasangan Warsiman dan Piah. Sedangkan Simpen dari Desa Centong, Gondang, Mojokerto.
Awalnya, Warsiman yang menggarap lahan di dasar Jurang Gembolo. Luasnya sekitar 1,5 hektare milik Perhutani Kesantuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pasuruan. Hanya saja, Warsiman memilih pulang pergi dari rumahnya di Desa Nogosari.
Sejak 2003 atau sekitar 22 tahun silam, Karmin melanjutkan jejak bapaknya. Sebab ia merasa sudah tak mampu bekerja sebagai tukang kayu dan bangunan. Profesi yang selama ini ia tekuni. Saat itu, usianya 49 tahun, sedangkan Simpen baru 34 tahun.
Pasutri anak 5 ini membuat rumah yang sangat sederhana di tempat terpencil ini. Mereka bahu membahu mencari nafkah mengandalkan potensi alam.
Suasana dapur di rumah milik Simpen bersama suamianya Karmin.
Satwa liar kerap menjadi hama yang merusak tanaman mereka. Mulai dari kera, babi hutan, hingga landak. Oleh sebab itu, Karmin memelihara seekor anjing yang dinamai Belang. Anjing inilah yang setia menjaga ladang sekaligus rumah mereka dari binatang buas.
Karmin pun memiliki senapan angin. Senjata itu untuk mengusir binatang buas disekitar rumahnya.
Tempat tinggal Karmin dan Simpen sangat sederhana. Lantainya berupa tanah, tiang dan dindingnya terbuat dari bambu.
Rumah seluas 3x5 meter persegi ini sebagian memakai atap genting, sebagian lagi atap bambu. Hanya ada 3 ruangan di dalamnya, yaitu ruang utama, kamar tidur dan dapur.