Dampak Harga Kedelai Naik, Perajin Tempe Kurangi Ukuran

Dampak kenaikan harga kedelai impor juga dirasakan Mohamad Toha (39). Perajin Tempe Dziffa di Dusun Sroyo, Desa/Kecamatan Dlanggu, Mojokerto itu.
Toha menuturkan, harga kedelai impor naik sejak sekitar 4 bulan lalu. Yaikni dari Rp 8.500, menjadi Rp 9.000, lalu Rp 9.500/Kg. Sekitar 2 bulan lalu sampai sekarang, harga kedelai impor Rp 9.000/Kg.
Naiknya harga kedelai impor memaksa Toha memutar otak agar produknya tetap laris. Terlebih lagi bisnis keluarga ini sudah berjalan sekitar 20 tahun.
Tempe Sroyo ini digandrungi konsumen karena murni berbahan kedelai, cita rasa gurih, serta bertekstur empuk.
Toha memproduksi tempe menggunakan 2 cetakan kayu. Yaitu cetakan dengan lebar 14 cm, panjang 200 cm dan tebal 4,5 cm, serta cetakan dengan lebar 30 cm, panjang 180 cm dan tebal 4,5 cm. Sejak harga kedelai impor naik, ia mengurangi lebar cetakan 2 mm menjadi 13,8 cm
Model pemasarannya mulai dari konsumen datang langsung, melalui 10 reseller dari Pasar Tangunan, Pandanarum dan Sawahan, serta dijual langsung oleh kakaknya di Pasar Dlanggu, Mojokerto. Hanya saja, naiknya harga kedelai impor menurunkan keuntungannya.
Dampak kenaikan harga kedelai impor juga dirasakan Mohamad Toha (39). Perajin Tempe Dziffa di Dusun Sroyo, Desa/Kecamatan Dlanggu, Mojokerto itu.
Toha menuturkan, harga kedelai impor naik sejak sekitar 4 bulan lalu. Yaikni dari Rp 8.500, menjadi Rp 9.000, lalu Rp 9.500/Kg. Sekitar 2 bulan lalu sampai sekarang, harga kedelai impor Rp 9.000/Kg.
Naiknya harga kedelai impor memaksa Toha memutar otak agar produknya tetap laris. Terlebih lagi bisnis keluarga ini sudah berjalan sekitar 20 tahun.
Tempe Sroyo ini digandrungi konsumen karena murni berbahan kedelai, cita rasa gurih, serta bertekstur empuk.
Toha memproduksi tempe menggunakan 2 cetakan kayu. Yaitu cetakan dengan lebar 14 cm, panjang 200 cm dan tebal 4,5 cm, serta cetakan dengan lebar 30 cm, panjang 180 cm dan tebal 4,5 cm. Sejak harga kedelai impor naik, ia mengurangi lebar cetakan 2 mm menjadi 13,8 cm
Model pemasarannya mulai dari konsumen datang langsung, melalui 10 reseller dari Pasar Tangunan, Pandanarum dan Sawahan, serta dijual langsung oleh kakaknya di Pasar Dlanggu, Mojokerto. Hanya saja, naiknya harga kedelai impor menurunkan keuntungannya.