Seorang Siswa di Surabaya bernama Harley Fatahillah Yodhaloka Sunoto menanam ribuan mangrove untuk mencegah abrasi dan banjir di wilayah pesisir. Aksi ini menjadi bentuk kepedulian terhadap perlindungan lingkungan sekaligus investasi bagi masa depan bumi.
Pada usia 13 tahun, Harley telah membudidayakan lebih dari 18.200 mangrove dan menjadi inisiator gerakan konservasi bertajuk Mangrove Warrior. Gerakan ini melibatkan dua komunitas utama, yaitu komunitas lokal melalui petani tambak Wonorejo serta komunitas sekolah di SMP Negeri 1 Surabaya.
Harley mengatakan, kepeduliannya berawal dari banyaknya pemberitaan mengenai penebangan liar dan kerusakan pesisir di Indonesia. Dari situ ia memahami pentingnya keberadaan mangrove sebagai benteng alami yang berfungsi meredam gelombang besar, menahan abrasi, mengurangi risiko banjir, hingga menjadi pelindung saat terjadi tsunami.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ingin Surabaya tetap aman. Mangrove bisa melindungi kita. Selama saya bisa menanam, saya akan terus menanam," kata Harley, Minggu (7/12/2025).
Ia kemudian mendorong SMPN 1 Surabaya menjadi sekolah pertama di Indonesia yang memiliki program pembudidayaan mangrove. Di sekolah, siswa belajar mengenali berbagai jenis mangrove, melakukan pembibitan, hingga praktik konservasi langsung melalui penanaman di pesisir.
Program ini mendapat perhatian internasional. Siswa dari Korea Selatan bahkan datang ke SMPN 1 Surabaya untuk berdiskusi dan mempelajari pengelolaan ekosistem mangrove di kota tersebut.
"Gerakan Mangrove Warrior semakin kuat melalui kerja sama dengan Wahana Visi Indonesia, organisasi nasional yang fokus pada konservasi mangrove dan perlindungan anak. Kolaborasi ini telah merambah penanaman di tiga lokasi, yaitu Gunung Anyar, Wonorejo, dan Keputih," jelas Harley.
Gerakan ini telah membudidayakan enam jenis mangrove, yakni Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia caseolaris, Bruguiera gymnorhiza, Bruguiera cylindrica, dan Ceriop. Keenam jenis tersebut dipilih berdasarkan kesesuaian struktur tanah dan tingkat salinitas pesisir Surabaya.
Harley juga mengembangkan empat kampung mitra sebagai lokasi pembelajaran, pembibitan, sekaligus laboratorium ekologi komunitas. Selain membibit dan menanam, ia mengembangkan enam jenis produk olahan mangrove sebagai model ekonomi kreatif berbasis konservasi. Inovasi ini dikembangkan bersama Lulut Sri Yuliani, pegiat mangrove peraih Kalpataru.
Upaya ini memperkenalkan gagasan bahwa mangrove tidak hanya menjadi penyangga ekologis pesisir, tetapi juga dapat menjadi sumber ekonomi kreatif yang tetap selaras dengan prinsip keberlanjutan.
Berbekal dukungan komunitas lokal, sekolah, dan Wahana Visi Indonesia, Harley menargetkan penanaman 25.000 mangrove hingga akhir Desember 2025, serta 40.000 mangrove hingga pertengahan 2026.
"Target ini sebagai bagian dari komitmen untuk menjaga pesisir Surabaya agar tetap kuat menghadapi banjir, abrasi, dan ancaman tsunami," ujarnya.
Seorang siswa di Surabaya telah menanam Ribuan Mangrove untuk mencegah abrasi dan banjir rob Foto: Istimewa |
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya, Dedik Irianto, turut mengapresiasi upaya Harley bersama SMPN 1 Surabaya dan seluruh pihak yang terlibat dalam gerakan peduli pesisir tersebut.
"Adek Harley dan SMPN 1 ini luar biasa bisa membudidayakan mangrove. Di saat isu lingkungan terkait perubahan iklim ramai dibicarakan, tetapi hanya kerusakan alam dan bencananya saja yang terekspos. Mereka tidak pernah melihat masih ada warga yang peduli lingkungan dan aktif melakukan mitigasi serta adaptasi terhadap perubahan iklim," kata Dedik.
Menurutnya, jika seorang pelajar mampu menanam lebih dari 18 ribu mangrove dan membentuk gerakan peduli pesisir, maka potensi efek positif akan lebih besar jika gerakan serupa diikuti oleh pelajar lainnya.
"Bayangkan jika efek gerakan ini dicontoh dan ditiru teman-temannya. Bukan hanya semangatnya, tetapi juga inisiasi yang digagasnya merupakan implementasi pemikiran untuk melindungi bumi ini," pungkasnya.
(ihc/abq)












































