Sejarah Kerajaan Galunggung, Berawal dari Kabuyutan di Sunda

Sejarah Kerajaan Galunggung, Berawal dari Kabuyutan di Sunda

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Minggu, 24 Mar 2024 07:30 WIB
Situs Geger Hanjuang di Tasikmalaya.
Situs Geger Hanjuang di Tasikmalaya. (Foto: Deden Rahadian/detikJabar)
Tasikmalaya -

Di wilayah yang masuk ke dalam administratif Kabupaten Tasikmalaya saat ini, pernah berdiri sebuah kerajaan, namanya Kerajaan Galunggung. Galunggung sendiri merupakan nama gunung api yang pada 5 April 1982 meletus.

Namun, Kerajaan Galunggung berdiri jauh sebelum itu. Bahkan sebelum menjadi kerajaan, wilayah ini diposisikan sebagai Kabuyutan Galunggung. Jejak kerajaan ini berupa prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di Desa Linggamulya, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya.

Leuwisari merupakan satu dari tiga kecamatan yang dilingkupi oleh Gunung Galunggung. Gunung ini berdiri pada administratif tiga kecamatan: Indihiang, Sukaratu, dan Leuwisari. Kecamatan Leuwisari saat ini jaraknya sekitar 6 kilometer dari ibu kota Kecamatan Singaparna.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain dengan adanya prasasti, dikuatkan pula narasi mengenai Kerajaan Galunggung ini oleh naskah "Amanat Galunggung" yang ditemukan di Kabuyutan Ciburuy, Kabupaten Garut.

Kabuyutan Galunggung

Kocap tercerita, pada tata ruang wilayah Kerajaan Sunda, ada wilayah khusus yang disebut Dewasasana yang secara harfiah berarti tempat semayam para dewa. Ini berupa permukiman yang dihuni kaum agamawan Hindu-Budha.

ADVERTISEMENT

Pada Dewasasana ada dua bagian: Kabuyutan dan Kawikuan. Kabuyutan adalah tempat suci dan dikeramatkan sebagai area khusus untuk memanjatkan doa-doa dan persembahan dan diurus hanya oleh beberapa pendeta saja. Kawikuan merupakan tempat para wiku atau biksu.

Kawikuan sangat mungkin adalah permukiman kaum agamawan, mereka tinggal bersama-sama di tempat sepi, di lereng lereng gunung atau di tengah hutan. Demikian ditulis Agus Aris Munandar dalam "Penataan Wilayah pada Masa Kerajaan Sunda", Jurnal Berkala Arkeologi, Vol. 14 No. 2, 1994.

Munandar menyebutkan bahwa dimungkinkan pada setiap Kawikuan ada pula kabuyutan-nya. Namun, ada pula kabuyutan mandiri, dalam arti kabuyutan yang tidak terikat pada sebuah Kawikuan.

Kabuyutan yang mandiri itu di antaranya Kabuyutan Galunggung, yang diduga berada di Leuwisari, di sekitar Gunung Galunggung.

"Ada juga kabuyutan yang berdiri sendiri sebagai tempat yang dikeramatkan, misalnya Kabuyutan Galunggung yang disebutkan dalam naskah Amanat Galunggung (Danasasmita dkk., 1987:125) dan Kabuyutan Pakuan seperti yang disebut dalam naskah Bujangga Manik (Noorduyn,1982: 419). Pada masa itu kabuyutan tentunya cukup banyak, tapi hanya disebutkan beberapa saja dalam karya sastra Sunda Kuna," tulis Munandar.

Belum diketahui bagaimana bentuk pasti kabuyutan itu, namun menurut Munandar, selayaknya tempat suci pemujaan para dewa, kabuyutan diduga kuat berupa bangunan yang di dalamnya ada batur tunggal dan punden berundak. Di bagian teratas bangunan itu, ada sasaran pemujaan berupa lingga-yoni atau arca-arca lainnya.

Berubah Menjadi Kerajaan

Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di Desa Linggamulya, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya memuat informasi mengenai pendirian Kerajaan Galunggung. Yaitu penobatan Batari H (disebut pula Batari Hyang Janapati), sebagai ratu Kerajaan Galunggung.

Penobatan itu terjadi pada 13 Bhadrapada tahun 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 Masehi. Oleh para ahli, hari tersebut diyakini sebagai hari jadi Kerajaan Galunggung, sebagaimana fungsi titimangsa seperti tanggal lahir seseorang.

Aktivitas Kerajaan Galunggung juga dimuat pada naskah "Amanat Galunggung". Dikutip dari Amanat Dari Galunggung (Kropak 632), Drs. Atja & Drs. Saleh Danasasmita, Proyek Pengembangan Permusieuman Jawa Barat, 1981:

"...jaga isos di carék nu kwalyat, ngalalwakon agama nu nyusuk na Galunggung, marapan jaya pran jadyan tahun, heubeul nyéwana, jaga makéyana patikrama, paninggalna sya séda..."

(Tetaplah mengikuti ucap orang tua, melaksanakan ajaran yang membuat parit pertahanan di Galunggung, agar unggul perang, serta tumbuh tanam-tanaman, lama berjaya panjang umur, sungguh-sungguhlah mengikuti patikrama warisan dari para suwargi).

Tetap di Bawah Kerajaan Sunda

Kerajaan Galunggung berdiri, sementara di awal disebutkan bahwa Kabuyutan Galunggung yang menjadi cikal bakal Kerajaan Galunggung adalah bagian dari wilayah Kerajaan Sunda. Bagaimana posisi kerajaan ini dalam tataran pemerintahan di Sunda?

Ternyata, Kerajaan Sunda seperti memakai sistem federal, yaitu meski terdapat kerajaan-kerajaan di daerah, tetap semua tunduk kepada Tohaan di Sunda atau Raja Kerajaan Sunda.

Pola ini direkonstruksi dari naskah-naskah kuna, di antaranya naskah "Bujangga Manik" tentang peziarahan yang dilakukan Bujangga Manik ke berbagai tempat di Sunda. Dia menyebutkan satu per satu wilayah yang dilintasinya, dan ketika melintasi Sungai Cipamali di sekitar Brebes, dia menyebutkan itulah batas akhir Kerajaan Sunda.

Agus Aris Munandar dalam "Penataan Wilayah pada Masa Kerajaan Sunda", Jurnal Berkala Arkeologi, Vol. 14 No. 2, 1994 menyebutkan bahwa berdasarkan data sejarah, dapat diduga bahwa Kerajaan Sunda telah mempunyai penataan wilayah yang teratur. Yaitu, di dalam kesatuan kerajaan tersebut terdapat wIlayah ibu kota, kota-kota daerah, bandar, baik yang terletak di desa-desa di pedalaman ataupun desa-desa pantai.

"Kota lain yang merupakan "ibu kota" bagi wilayah tertentu, di tempat tersebut terdapat seorang "raja daerah" dengan sebutan berbeda-beda (Tohaan, Prabu, Panji, Mas). Negara daerah tersebut terbagi lagi dalam desa-desa (lurah) yang merupakan kesatuan wilayah terkecil dalam kerajaan," tulis Munandar.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads