Soroti Alih Fungsi Lahan Teh Pangalengan, Walhi Minta Pemerintah Audit PTPN

Yuga Hassani - detikJabar
Selasa, 02 Des 2025 18:15 WIB
Kondisi perkebunan teh Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung (Foto: Yuga Hassani/detikJabar).
Kabupaten Bandung -

Aksi perusakan oleh sejumlah oknum masyarakat di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, dinilai berpotensi menimbulkan masalah lingkungan. Apalagi, alih fungsi lahan dari kebun teh menjadi sayuran akan menyebabkan risiko bencana alam.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat (Jabar) melihat perusakan tersebut akan menghilangkan daya serap air yang alami. Daya serap air optimal seharusnya hanya dimiliki oleh tanaman teh.

"Jadi pada musim hujan akan menimbulkan limpasan permukaan (run off) yang tinggi dan menggerus material tanah yang tidak menutup kemungkinan dapat memicu banjir bandang," ujar Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, kepada awak media, Selasa (2/12/2025).

Wahyudin menduga, PTPN kerap menjadikan lahannya untuk dikerjasamakan kepada perusahaan atau individu yang memiliki modal kuat. Kemudian lahan tersebut kerap digunakan untuk usaha pertanian kentang.

"Catatan kami praktik tersebut telah dilakukan selama 20 tahun terakhir," katanya.

Pihaknya mengaku ragu dengan hasil rilis PTPN yang menyebutkan area yang mengalami kerusakan sebesar 150 hektare. Menurutnya data tersebut tidak sesuai dengan realita yang ada di lapangan.

"Sementara di lapangan angkanya bisa lebih besar dari itu, dan pihak yang memfasilitasi pengelolaan lahan kepada perusahaan untuk kepentingan pertanian sayuran adalah PTPN sendiri," tegasnya.

Menurutnya, perubahan area perkebunan teh menjadi sayuran adalah pelanggaran berat. Kata dia, aparat penegak hukum dapat melakukan penindakan secara tegas terhadap hal tersebut.

"Sudah seharusnya dapat ditindak serta diberikan sanksi jika hal tersebut terjadi," bebernya.

Alih fungsi perkebunan teh membuat daya serap air menghilang. Limpasan air pada saat hujan akan menggerus tanah dan menyebabkan sedimentasi tinggi ke sungai.

"Hal ini merupakan salah satu pemicu kuat terjadinya bencana banjir lumpur," bebernya.

Wahyudin mengungkapkan peran pemerintah masih lemah dalam mengawasi permasalahan tersebut. Dia menegaskan tidak ada pengawasan ketat, yang membuat permasalahan ini masih terjadi hingga saat ini.

"Selama HGU dikantongi PTPN, tidak pernah ada upaya audit yang dilakukan oleh pemerintah. Bahkan cenderung tidak ada proses kontrol serta pengawasan yang ketat kepada PTPN ketika izin diberikan. Sehingga tidak heran selama ini pemerintah tidak mengetahui fakta-fakta yang telah dilakukan oleh PTPN untuk membuat kerja sama yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan," ucap Wahyudin.



Simak Video "Video: Bahas Banjir Jabar, Pengamat Sebut Pengawasan Alih Fungsi Lahan Tak Berjalan"

(mso/mso)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork