Segala keterbatasan yang ada pada tubuh penyandang disabilitas Kota Cimahi bukan halangan untuk produktif. Mereka mampu memupus anggapan kalau seorang disabilitas cuma bisa berpangku tangan.
Setidaknya itu yang bisa dilihat dari Permana Dwi Cahya dan 25 orang penyandang disabilitas lain yang tergabung dalam wadah Kelompok Tani Tumbuh Mandiri.
Sebagai seorang disabilitas, mereka mengikis asumsi kalau bertani hanya boleh dilakukan oleh orang-orang tanpa keterbatasan fisik. Tapi di tangan Permana dan Kelompok Tani 'Tuman', lahan 5.000 meter persegi yang 'mati suri' disulap jadi lahan perkebunan yang produktif.
"Kalau saya tugasnya itu biasanya mencangkul, tapi lebih banyak membersihkan gulma, menyiram, merawat, sampai panen. Kemudian memasarkan (hasil panen)," kata Permana saat berbincang dengan detikJabar.
Berjalan sejak 2020 silam, ia dan teman-temannya sudah beberapa kali merasakan panen. Hasil panen ada yang dijual ke pasaran serta dikonsumsi sendiri. Pasang surut juga dialaminya, sama seperti petani lainnya.
"Ya sama, awal-awal juga sempat merasakan gagal panen. Terus berpikir harus gimana biar nggak gagal lagi. Jadi kita terus belajar, apalagi kan sama dengan teman-teman lainnya nggak punya dasar untuk berkebun. Ini kita belajar secara otodidak semua," kata Permana.
Tak cuma gagal panen, ia juga sempat dihadapkan pada melambungnya harga kebutuhan untuk menggeluti dunia bercocok tanam. Pupuk mahal, obat dan nutrisi tanaman tak terjangkau, sampai harga sayuran yang anjlok tanpa bisa dihindari.
"Ya waktu itu pernah, misalnya harga biasa berapa belas ribu, naik. Nah kan akhirnya berpengaruh ke tanaman. Kemudian disepakati untuk swadaya dulu, yang punya rezeki lebih menutupi kekurangan. Risiko ditanggung bersama," cerita Permana.
(mso/mso)