Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia (Rabitah al-'Alam al-Islami), Syekh Muhammad bin Abdulkarim Al-Issa menyebut Indonesia sebagai negara dengan praktik kerukunan terbaik di dunia. Menurutnya, keberagaman agama dan budaya di Indonesia menjadi sumber kekuatan, bukan konflik.
"Mustahil bagi semua manusia untuk memiliki keyakinan agama atau intelektual yang sama. Namun di Indonesia ada nilai kesadaran dan penghormatan antar pemeluk agama tumbuh dan patut dicontoh negara lain," katanya dalam Dialog Kerukunan Lintas Umat Beragama yang digelar Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) di Aula H M Rasjidi, Jakarta, Sabtu (6/12/2025) kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui acara yang dihadiri lebih dari 350 peserta itu, Sekjen Liga Muslim menegaskan dialog antaragama hanya akan berhasil jika berangkat dari prinsip bersama dan dijalankan oleh orang-orang yang memahami ajaran agama secara mendalam, serta berorientasi pada tindakan nyata.
"Ketika kita meyakini dialog antarumat beragama, kita meyakini adanya ketetapan ilahi, hukum ilahi, yang telah menetapkan keniscayaan perbedaan dan keberagaman di antara umat manusia," sambungnya.
Menurut Syekh Al-Issa --sapaan akrabnya-- ekstremisme lahir dari kekosongan kesadaran. Oleh sebab itu, pendidikan karakter sejak dini serta keteladanan tokoh agama jadi kunci dalam membangun perilaku damai.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI) Nasaruddin Umar menyebut kerukunan di Indonesia tak hanya dibangun lewat dialog sosial, melainkan juga kesadaran spiritual yang memuliakan martabat manusia.
"Indonesia telah tumbuh menjadi taman iman. Ada azan dan lonceng berkumandang dalam harmoni. Ini bukan hanya toleransi, tetapi ekspresi iman yang dewasa dan berkeadaban," ujar Menag.
Dia juga menekankan kerukunan sejati tidak hanya terbangun secara horizontal antar umat, tetapi juga secara vertikal lewat hubungan manusia dengan alam.
Menag juga membahas terkait kerusakan lingkungan yang tengah terjadi termasuk banjir di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Ia menilai bencana itu tanda bahwa manusia sudah mengabaikan amanah Tuhan dalam menjaga bumi.
"Merusak alam berarti mengkhianati pesan Tuhan. Krisis lingkungan yang kita saksikan adalah panggilan agar manusia memperbaiki relasi spiritualnya dengan bumi," tegasnya.
Di akhir sambutan Menag, ia menegaskan ekoteologi harus jadi pondasi moral lintas agama dalam menghadapi krisis iklim dan bencana ekologis yang semakin intens.
(aeb/lus)












































Komentar Terbanyak
Penjelasan Kemenag soal Penetapan Waktu Subuh di Indonesia
Hukum Memelihara Anjing di Rumah Menurut Hadits dan Pendapat 4 Mazhab
Benarkah Semua Penduduk Surga Berbicara Bahasa Arab? Ini Penjelasan Ulama