Apa Itu Musibah, Ujian, dan Tawakal? Ini Penjelasannya Menurut Islam

Apa Itu Musibah, Ujian, dan Tawakal? Ini Penjelasannya Menurut Islam

Salsa Dila Fitria Oktavianti - detikHikmah
Selasa, 02 Des 2025 17:00 WIB
Infografis golongan orang yang doanya mustajab
Foto: Fuad Hasim/detikcom
Jakarta -

Musibah, ujian, dan tawakal adalah tiga konsep penting dalam Islam yang berkaitan langsung dengan cara seorang Muslim menghadapi segala ketetapan Allah SWT.

Supaya tidak salah dalam memahami, penting untuk mengetahui perbedaan ketiganya dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut penjelasannya.

Musibah, Ujian, dan Tawakal dalam Islam

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penjelasan Musibah dalam Islam

Bagi seorang Muslim, musibah adalah cobaan dari Allah. la bagaikan telaga untuk membersihkan segala dosa seorang Muslim. Musibah biasanya datang karena kekhilafan kita.

Dikutip dari buku Doa Menghadapi Musibah oleh Arif Munandar Riswanto, hal tersebut dapat terjadi karena manusia adalah makhluk yang sering khilaf. Banjir, penipisan ozon, penggundulan hutan, pencemaran lingkungan, lumpur panas, HIV/AIDS, dan penindasan terhadap rakyat adalah musibah-musibah yang datang karena kekhilafan kita.

ADVERTISEMENT

Manusia telah khilaf sehingga mengundang musibah-musibah tersebut untuk datang. Oleh karena musibah itu adalah beban, berarti manusia sendiri yang telah mengundang beban untuk datang. Sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an QS Al-Baqarah [2]:286.

Allah SWT berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ࣖ

Latin: Lā yukallifullāhu nafsan illā wus'ahā, lahā mā kasabat wa 'alaihā maktasabat, rabbanā lā tu'ākhiżnā in nasīnā au akhṭa'nā, rabbanā wa lā taḥmil 'alainā iṣran kamā ḥamaltahū 'alal-lażīna min qablinā, rabbanā wa lā tuḥammilnā mā lā ṭāqata lanā bih(ī), wa'fu 'annā, wagfir lanā, warḥamnā, anta maulānā fanṣurnā 'alal qaumil-kāfirīn(a).

Artinya: "Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir."

Berdasarkan tafsir ayat tersebut, dalam mencapai tujuan hidup itu, manusia diberi beban oleh Allah SWT sesuai kesanggupannya, mereka diberi pahala lebih dari yang telah diusahakannya dan mendapat siksa seimbang dengan kejahatan yang telah dilakukannya.

Amal yang dibebankan kepada seseorang hanyalah yang sesuai dengan kesanggupannya. Agama Islam adalah agama yang tidak membebani manusia dengan beban yang berat dan sukar. Mudah, ringan dan tidak sempit adalah asas pokok dari agama Islam.

Penjelasan Ujian dalam Islam

Ujian hidup merupakan salah satu bagian dari rencana Allah SWT yang penuh hikmah. Dengan merespons ujian dengan sikap positif, memperbanyak doa, dan melakukan refleksi diri, manusia dapat menghadapi ujian hidup dengan lebih tegar dan bijaksana.

Ingatlah bahwa Allah SWT tidak pernah meninggalkan hamba-Nya, dan setiap ujian adalah tanda cinta-Nya kepada kita. Jadikan setiap kesulitan sebagai peluang untuk tumbuh, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan menemukan makna hidup yang lebih dalam. Sebagaimana janji Allah SWT dalam QS Al Insyirah ayat 6:

Allah SWT berfirman:

اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ

Latin: Inna ma'al-'usri yusrā(n).
Artinya: "Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan".

Penjelasan Tawakal dalam Islam

Dikutip dalam Buku Hakekat Tasawuf oleh Abdul Qadir Isa, Sayid berkata, "Tawakal adalah percaya sepenuh hati terhadap apa-apa yang ada pada Allah, dan putus asa terhadap apa-apa yang ada pada manusia."

Ibnu Ujaibah mengatakan, "Tawakal adalah kepercayaan hati terhadap Allah, sampai dia tidak bergantung kepada sesuatu selain-Nya. Dengan kata lain, tawakal adalah bergantung dan bertumpu kepada Allah dalam segala sesuatu, berdasarkan pengetahuan bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Selain itu, tawakal juga menuntut subyek untuk melebihkan semua yang ada dalam kekuasaan Allah lebih dipercaya daripada yang di tangan subyek."

Definisi lain, "Tawakal adalah engkau mencukupkan diri dengan pengetahuan Allah tentang dirimu, dari ketergantungan hatimu kepada selain Dia, dan engkau mengembalikan segala sesuatu hanya kepada Allah. "

Abu Said al-Kharraz berkata, "Tawakal adalah percaya kepada Allah, bergantung kepada-Nya dan tenteram terhadap-Nya dalam menerima segala ketentuan-Nya, serta menghilangkan kegelisahan dari dalam hati terhadap perkara duniawi, rezeki dan semua urusan yang penentunya adalah Allah SWT".

Jadi, tawakal kepada Allah Tawakal adalah percaya sepenuhnya kepada Allah, bergantung hanya kepada-Nya, dan merasa cukup dengan pengaturan-Nya sambil menenangkan hati dari kegelisahan terhadap urusan dunia. Tempat tawakal adalah hati, sedangkan tempat berusaha dan bekerja adalah badan.

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dengan mengendarai unta, lalu berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَأُرْسِلُ نَاقَتِي وَأَتَوَكَّلُ فَقَالَ اعْقِلُهَا وَتَوَكَّلْ

"Wahai Rasulullah, apakah aku boleh melepaskan untaku, lalu aku bertawakal?" Rasulullah menjawab, "Ikatlah dia (terlebih dahulu), lalu bertawakallah." (HR. Tirmidzi)

Oleh karena itu, para ulama beraganggapan bahwa tidak bekerja atau tidak berusaha adalah kemalasan yang tidak sesuai dengan jiwa Islam. Para sufi juga menekankan hal ini, sebagai bentuk pelurusan pemikiran, jawaban atas berbagai keraguan dan penjelasan kepada masyarakat bahwa tasawuf adalah pemahaman yang hakiki terhadap Islam.

Keutamaan dan Sikap Menghadapi Ujian, Musibah dan Tawakal

Sikap Menghadapi Ujian dan Musibah

Sikap menghadapi ujian sudah dijelaskan dalam QS Al-Baqarah ayat 155 sampai 156.

Allah SWT berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

Latin: Wa lanabluwannakum bisyai'im minal-khaufi wal-jū'i wa naqaṣim minal-amwāli wal-anfusi waṡ-ṡamarāt(i), wa basysyiriṣ-ṣābirīn(a).

Artinya: Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar, (Al-Baqarah [2]:155).

Allah SWT berfirman:

اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

Latin: Allażīna iżā aṣābathum muṣībah(tun), qālū innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn(a).

Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan "Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn" (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali). Al-Baqarah [2]:156

Salah satu doa yang dapat dibaca ketika menghadapi musibah adalah

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.

Artinya: Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali. (QS. Al-Baqarah: 156)

Doa dalam hal ini menjadi pengingat bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari ketentuan Allah.

Dikutip dari buku Akidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah Kelas V oleh Fida' Abdilah, Yusak Burhanudin, salah satu sikap dalam menghadapi musibah adalah tawakal.

Tawakal merupakan salah satu akhlak yang terpuji. Seandainya hasil yang diperoleh itu tidak memuaskan maka harus diterima dengan lapang dada. Sebaliknya, jika hasil yang diterima sangat memuaskan maka jangan merasa sombong dan angkuh. Hal itu karena semata-mata karunia dari Allah SWT.

Sikap dan Keutamaan Tawakal

Rasulullah SAW telah memuji tawakal. Beliau juga menjelaskan pentingnya tawakal dalam kehidupan dan nilai-nilainya dalam menciptakan ketenangan jiwa.

Rasulullah SAW bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكَّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

"Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Di pagi hari dia pergi dengan perut kosong, dan di sore hari dia pulang dengan perut yang berisi." (HR. Tirmidzi dan Hakim)

Dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa tawakal tidak bertentangan dengan usaha. Dalilnya adalah bahwa burung meninggalkan sarangnya di waktu pagi untuk mencari rezeki dengan bergantung kepada Tuhannya dan percaya kepada-Nya. Oleh karena itu, dia tidak kenal rasa cemas dan sedih.

Rasulullah SAW juga telah menganjurkan umat Islam supaya bertawakal kepada Allah dalam semua keadaan, apalagi ketika seseorang keluar dari rumahnya. Beliau bersabda,

مَنْ قَالَ حِينَ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ يُقَالُ لَهُ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى عَنْهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانُ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِى وَكُفِيَ وَوُقِيَ

"Barangsiapa, ketika keluar dari rumahnya, mengucapkan, 'Bismillah, ta-wakkaltu 'alallah. La haula wa là quwwata illa billah (Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada-Nya. Tiada kekuatan dan kekuasaan kecuali atas izin Allah), maka akan dikatakan kepadanya, 'Engkau telah diberi petunjuk, di-cukupkan, dan dilindungi. Dan setan akan menjauhinya. Setan yang satu akan berkata kepada setan yang lain, 'Apa yang bisa engkau perbuat terhadap orang ini, sedangkan dia telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dilindungi"," (HR. Abu Daud, Nasai dan Tirmidzi)

Sikap tawakal diperintahkan Allah dalam menghadapi cobaan. Allah SWT berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 51.

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا الْأَمَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلِنَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ التوبة [٩] : ٥١)

Latin: Qul lay yusibanä illä mä kataballahu lana, huwa maulana wa 'alallahi falya tawakkalil-mu'minün.

Artinya: Katakanlah (Muhammad), "Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman, "(QS. At-Taubah [9]: 51)

Setiap akhlak karimah berdampak positif. Adapun dampak positif tawakal antara lain sebagai berikut.

1. Memperoleh ketenangan jiwa karena merasa dekat dengan Allah Swt.
2. Memperoleh kepuasan batin karena keberhasilan usahanya mendapat ridha Allah SWT.
3. Memperoleh keteguhan hati (istiqamah), sehingga tidak mudah goyah hatinya karena pengaruh lingkungan.
4. Menumbuhkembangkan kesadaran akan kelemahan dirinya dan mengakul kebesaran Allah SWT.

Tingkatan Tawakal

Al-Ghazali dan Ibnu Ujaibah dikutip dalam buku Hakekat Tasawuf oleh Abdul Qadir Isa, membagi tawakal ke dalam tiga tingkatan. Pertama, tingkatan yang paling rendah, yaitu engkau bersama Allah SWT, sebagaimana halnya muwakkil (orang yang mewakilkan) bersama wakilnya yang baik dan ramah.

Kedua, tingkatan pertengahan, yaitu engkau bersama Allah SWT, sebagaimana halnya seorang anak bersama ibunya. Seorang anak tidak akan mencurahkan segala urusannya kecuali kepada ibunya.

Ketiga, tingkatan yang paling tinggi, yaitu engkau bersama Allah SWT, sebagaimana halnya orang yang sakit di hadapan dokternya.

Adapun perbedaan antara tingkatan-tingkatan ini adalah bahwa pada tingkatan pertama, kadang-kadang dalam pikirannya terdetik sebuah kecurigaan. Pada tingkatan kedua, tidak ada kecurigaan, akan tetapi dia akan selalu bergantung pada ibunya ketika dia sedang membutuhkan sesuatu. Adapun pada tingkatan ketiga, tidak ada kecurigaan dan ketergantungan pada yang lain, karena dirinya telah fana dan setiap waktu dia melihat apa yang dilakukan Allah SWT terhadapnya.




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads