Potret 2 Dokter FKUB Jalankan Misi Kemanusiaan di Gaza, Jadi Saksi Kisah Pilu

Mereka adalah Dr dr Mohammad Kuntadi Syamsul Hidayat, MKes, MMR, SpOT dan Dr dr Ristiawan Muji Laksono, S.An-TI, SubspMN(K), FIPP. Setiap hari mereka melayani pasien di RS An-Nasr dan RS Eropa, di tengah serangan udara, kelaparan, dan minimnya pasokan medis.Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)

Kisah pilu anak kecil yang bersimbah darah, hingga pasien yang dirawat di tenda darurat menjadi pengalaman paling menggetarkan hati. Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)

Dr Ristiawan mau melakukan blok saraf untuk ibu yang mau operasi sesar. Dokter di Gaza biasa tak makan sampai 2 hari. Satu permen Kopiko dibagi bersama. “Hungry but not angry,” kenang Dr Ristiawan dengan mata berkaca. Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)

Dr Kuntadi menyebut ini bukan keputusan nekat, tapi panggilan jiwa. “Takdir sudah tertulis. Ini jalan ilmu yang mengabdi untuk kemanusiaan.” Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)

Selain penjemputan dan pemulangan, selama dua pekan di sana, mereka tak bisa keluar rumah sakit karena sniper. Bahkan membuka ponsel bisa berakibat fatal. Semua dalam pengawasan militer.Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)

Keduanya pulang membawa pesan: bahwa kehadiran, doa, dan empati adalah bentuk bantuan paling tulus. Gaza mengajarkan makna keberanian dan kemanusiaan. Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)

Mereka adalah Dr dr Mohammad Kuntadi Syamsul Hidayat, MKes, MMR, SpOT dan Dr dr Ristiawan Muji Laksono, S.An-TI, SubspMN(K), FIPP. Setiap hari mereka melayani pasien di RS An-Nasr dan RS Eropa, di tengah serangan udara, kelaparan, dan minimnya pasokan medis.Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)
Kisah pilu anak kecil yang bersimbah darah, hingga pasien yang dirawat di tenda darurat menjadi pengalaman paling menggetarkan hati. Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)
Dr Ristiawan mau melakukan blok saraf untuk ibu yang mau operasi sesar. Dokter di Gaza biasa tak makan sampai 2 hari. Satu permen Kopiko dibagi bersama. “Hungry but not angry,” kenang Dr Ristiawan dengan mata berkaca. Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)
Dr Kuntadi menyebut ini bukan keputusan nekat, tapi panggilan jiwa. “Takdir sudah tertulis. Ini jalan ilmu yang mengabdi untuk kemanusiaan.” Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)
Selain penjemputan dan pemulangan, selama dua pekan di sana, mereka tak bisa keluar rumah sakit karena sniper. Bahkan membuka ponsel bisa berakibat fatal. Semua dalam pengawasan militer.Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)
Keduanya pulang membawa pesan: bahwa kehadiran, doa, dan empati adalah bentuk bantuan paling tulus. Gaza mengajarkan makna keberanian dan kemanusiaan. Foto: (Dokumentasi Universitas Brawijaya)