Kini Gundul, Hutan Ini Tak Lagi Mampu Jadi Paru-paru Dunia

ADVERTISEMENT

Kini Gundul, Hutan Ini Tak Lagi Mampu Jadi Paru-paru Dunia

Siti Nur Salsabilah Silambona - detikEdu
Selasa, 02 Des 2025 21:00 WIB
Ilustrasi hutan
Hutan Afrika kini menjadi sumber karbon ketimbang penyerap. Deforestasi dan degradasi hutan oleh manusia membuat hutan hujan tropis ini butuh restorasi besar-besaran. Foto: detikcom/Ari Saputra
Jakarta -

Kondisi hutan Afrika hari ini berubah drastis. Jika dulu menjadi penyerap karbon dan bantu menyediakan udara bersih, hutan hujan tropis tersebut kini melepas karbon lebih banyak daripada yang bisa diserap.

Berdasarkan sebuah studi yang terbit pada Scientific Reports baru-baru ini, hutan Afrika menyerap banyak karbon pada 2007-2010. Namun, penggundulan hutan atau deforestasi pada hutan hujan tropis Afrika membuat kemampuan menyerap dengan pelepasan karbonnya tidak lagi seimbang.

Hutan yang Rusak

Para peneliti menemukan perubahan biomassa yang ada pada hutan menggunakan data satelit dan pembelajaran mesin (machine learning). Hasilnya, dari 2011-2017, hutan Afrika sudah melepas 106 miliar kilogram biomassa hutan per tahun. Angka ini setara dengan berat sekitar 106 juta mobil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wilayah dengan hutan tropis lembap berdaun lebar yang paling terdampak deforestasi dan degradasi hutan antara lain Republik Demokratik Kongo, Madagaskar, dan sebagian Afrika Barat.

ADVERTISEMENT

Penyebab Kerusakan Hutan

Peneliti mendapati, kondisi hutan Afrika tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penggundulan hutan dan pembukaan lahan. Akibatnya, terjadi penurunan fungsi ekosistem alami pada hutan.

Sedangkan pertumbuhan semak belukar dan sabana di kawasan Afrika Barat belum bisa mengimbangi kerusakan tersebut.

Profesor Heiko Balzter, penulis senior dan Direktur Institute for Environmental Futures di University of Leicester, mengatakan, situasi ini merupakan peringatan penting bagi kebijakan iklim global.

Ia menjelaskan, jika hutan Afrika tidak lagi menyerap karbon, artinya, dunia secara keseluruhan harus mengurangi emisi karbon lebih banyak lagi agar tetap dalam target 2Β°C Perjanjian Paris untuk menghindari perubahan iklim.

Dr. Nezha Acil, salah satu penulis dari Pusat Nasional untuk Observasi Bumi di Institut Masa Depan Lingkungan Universitas Leicester, menegaskan pentingnya penegakan hukum pada pembalakan liar hingga restorasi besar-besaran dengan target tercapai pada 2030.

"Tata kelola hutan yang lebih kuat, penegakan hukum terhadap penebangan liar, dan program restorasi skala besar seperti AFR100, yang bertujuan memulihkan 100 juta hektar lanskap Afrika pada tahun 2030, dapat membuat perbedaan besar dalam membalikkan kerusakan yang telah terjadi," ucapnya, dikutip dari laman kampus.

Dr Pedro RodrΓ­guez-Veiga menegaskan, apabila hutan Afrika berubah total menjadi sumber karbon, akan sulit mencapai tujuan iklim global. Baik pemerintah, sektor swasta, maupun LSM, menurutnya harus bekerja sama untuk mendanai dan mendukung upaya mengembalikan fungsi hutan.

Hasil studi kolaborasi University of Leicester, University of Sheffield, University of Helsinki, University of Edinburgh, Wageningen University & Research, GFZ Potsdam, Sylvera Ltd, dan institusi lainnya ini dipublikasi dengan judul "e study, Loss of tropical moist broadleaf forest has turned Africa's forests from a carbon sink into a source", 28 November 2025.




(twu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads