Seperti yang beredar di media sosial, banjir bandang dengan muatan gelondongan kayu tampak di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, hingga Sibolga. Bahkan, gelondongan kayu juga berserakan di pantai Air Tawar, Padang, Sumatera Barat.
Soal asal usul kayu-kayu tersebut, ahli kebijakan hutan IPB University, Prof Dodik Ridho Nurochmat menjelaskannya. Menurutnya, kayu-kayu tersebut tidak berasal dari satu penyebab tunggal.
Prof Dodik menilai kayu-kayu tersebut kemungkinan berasal dari campuran penebangan, sisa land clearning yang tidak dibersihkan, dan pohon tumbang.
"Bisa dari penebangan lama atau pembersihan lahan yang tidak tuntas. Jika terbawa arus air, kayu itu akan mengambang. Namun bisa juga dari penebangan kayu yang baru. Untuk itu harus ada investigasi," jelas Prof Dodik melalui keterangan yang diterima detikEdu pada Selasa (2/12/2025).
Meski begitu, Prof Dodik belum dapat memastikan apakah kayu tersebut semuanya merupakan kayu gelondongan baru atau kayu lama yang terseret arus. Ia menyebut debit air yang besar ketika longsor memungkinkan pohon tumbang ikut hanyut, sehingga menambah campuran material kayu di lokasi.
Beda Kayu Pembalakan dan Tumbang Alami
Prof Dodik memaparkan, pada kayu hasil tebangan, pasti terdapat bekas gergaji yang jelas. Sedangkan pada kayu yang tumbang alami, tidak ada pola potongan yang rapi. Walau demikian, ia juga menilai sulit untuk mengidentifikasi detail hanya melalui video atau foto.
Ia menegaskan pembenahan tata kelola lingkungan perlu dilakukan agar kejadian serupa dapat dicegah. Selain itu, mengenai penyebab longsor, ia menyebut kejadian ini merupakan kombinasi faktor alam dan faktor manusia.
"Ada cuaca ekstrem, kondisi geografis pegunungan, dan kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia," jelasnya.
Prof Dodik pun menggarisbawahi pentingnya kepatuhan terhadap regulasi seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Kajian Lingkungan Hidup Strategis, dan penegakan hukum yang tidak cuma fokus pada denda, tetapi juga pemulihan lingkungan.
Prof Dodik juga menyebutkan soal deforestasi di Indonesia. Ia memaparkan kehilangan tutupan hutan atau forest loss mencakup degradasi. Sedangkan deforestasi mempunyai batasan hukum tersendiri.
"Di Indonesia, batasnya 30 persen. Jika kurang dari itu, terjadi deforestasi," ujarnya.
Ia mengingatkan supaya penurunan tutupan hutan diperhatikan secara serius lantaran berdampak pada daya dukung dan daya tampung lingkungan. Ia juga menekankan pentingnya multifungsi hutan dan pemanfaatan hutan yang tetap menjaga keberlanjutan. Pemanfaatan hutan semestinya dilakukan tanpa merusaknya.
Simak Video "Video: Komisi IV soal Tim Investigasi Kayu Gelondongan di Banjir Sumatera"
(nah/nwk)