Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Sosial (Dayasos) Dinas Sosial (Dinsos) Lombok Barat, M Zakaki ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram. Zakaki merupakan salah satu tersangka korupsi pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Lombok Barat yang disalurkan melalui Dinsos Lobar tahun 2024.
"Hari ini, penyidik pidana khusus Kejari Mataram kembali menahan satau tersangka korupsi kegiatan belanja barang untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat pada Dinsos Lobar tahun 2024, inisial MZ (M Zakaki)," kata Kajari Mataram, Gde Made Pasek Swardhayana, Selasa (2/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zakaki ditahan seusai diperiksa sebagai tersangka. M Zakaki menjalani pemeriksaan sebagai tersangka mengenakan baju dinas berwarna cokelat.
Seusa diperiksa, M Zakaki langsung dipasangkan rompi tahanan dan tangan diborgol. "Tersangka ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat," ucapnya.
Kejari Mataram menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Tiga tersangka lainnya itu Kabid Resos Dinsos Lobar Dewi Dahliana, anggota DPRD Lobar Ahmad Zainuri dan pihak swasta berinisial R. Untuk diketahui, Ahamd Zainuri dan R sudah ditahan terlebih dahulu.
Pasek menjelaskan posisi kasus tersebut. Pada 2024 Dinsos Lombok Barat menganggarkan kegiatan belanja barang untuk dijual atau diserahkan ke masyarakat sebesar Rp 22,2 miliar, yang dibagi menjadi 143 kegiatan.
"100 kegiatan di antaranya merupakan pokir dari anggota DPRD Lombok Barat," sebutnya.
Paket pokir yang menyeret para tersangka menyangkut paket dengan pagu dana sebesar Rp 2 miliar, ditempatkan di Bidang Pemberdayaan Sosial sebanyak 8 paket dan Bidang Rehabilitasi Sosial pada Dinsos Lobar sebanyak 2 paket.
"Tersangka berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dan kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam kegiatan tersebut," katanya.
Sebagai PPK dan KPA, lanjut Made Pasek, tersangka tidak melakukan survei harga dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS). Hanya berdasarkan ketersediaan anggaran dan standar satuan harga (SSH) Lombok Barat 2023.
"Sehingga harga yang ditetapkan dalam kontrak oleh PPK atau KPA jauh lebih mahal dari harga pasar. Sehingga mengakibatkan terjadinya kemahalan harga," ujarnya.
Tersangka juga melakukan pengaturan pemenang bersama tersangka Ahmad Zainuri dengan menunjuk langsung penyedia tertentu, yaitu tersangka R.
"(Tersangka) Tidak melakukan pengendalian kontrak dan pengawasan pelaksanaan kegiatan, sehingga pekerjaan tidak sesuai dengan SPK atau kontrak," katanya.
M Zakaki disebut juga menyetujui pembayaran kepada penyedia yang tidak melaksanakan pekerjaan. Akibatnya menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,7 miliar berdasarkan hasil penghitungan Inspektorat Lombok Barat.
"Kerugian negara itu terjadi karena mark-up dan belanja fiktif," tandasnya.
Sebagai tersangka, M Zakaki dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Atau Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(hsa/hsa)










































